7 Caketum Golkar Sepakat Tolak Pemilihan Terbuka

Hanya Setya Novanto yang tidak menolak pemilihan ketua umum Golkar dengan cara terbuka.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 15 Mei 2016, 14:48 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2016, 14:48 WIB
20160514-Jokowi-JK Kompak Hadiri Pembukaan Munaslub Golkar di Bali-Bali
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sambutan pada pembukaan Munaslub Partai Golkar di Nusa Dua Convention Center, Bali, Sabtu (14/5). Pemilihan Ketua Umum dan Munaslub Golkar dilaksanakan pada 14-16 di Pulau Dewata (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Bali - Tujuh Calon Ketua Umum Partai Golkar sepakat menolak wacana pemilihan terbuka. Pemilihan terbuka dinilai menyalahi AD/ART partai dan asas demokrasi yang berlaku.

Ada delapan nama yang akan bertarung memperebutkan kursi ketua umum Partai Golkar. Mereka adalah Ade Komarudin nomor urut 1, Setya Novanto nomor urut 2, Airlangga Hartarto nomor 3, Mahyudin nomor 4, Priyo Budi Santoso nomor 5, Aziz Syamsuddin nomor 6, Indra Bambang Utoyo nomor 7, dan Syahrul Yasin Limpo nomor 8.

Namun, hanya Setya Novanto yang tidak menolak pemilihan ketua umum Golkar dengan cara terbuka.

Calon ketua umum Ade Komarudin mengaku prihatin dengan adanya upaya menggunakan metode pemilihan terbuka. Keputusan pemilihan terbuka ini dinilai mencederai proses munaslub yang sudah baik.

"Dalam pramunas dan malam tadi, kami prihatin ada upaya dari sekelompok tentu sedikit orang mengupayakan agar pemilihan ketum secara terbuka. Ada intimidasi kepada pemilik suara dan intimidasi melanggar hak asasi kepada pemilik suara yang memiliki hak suara," kata Ade di ruang Mengi, Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Minggu (15/5/2016).

"Kami tolak keras pemilihan terbuka dan tidak demokratis. Apalagi calonnya 8 calon artinya pilihan teman-teman harus bebas, rahasia, tanpa intimidasi siapapun," tegas Ade.

Keputusan pemilihan secara tertutup sudah tertuang dalam AD/ART partai. Sehingga tidak perlu ada yang diperdebatkan lagi.

"Pemilihan seseorang sudah dijamin diatur, langsung, bebas, rahasia dan tertutup supaya memilih sesuai hati nurani. Kami ingin terjamin, memilih kami sesuai hati nurani, tidak atas dasar intimidasi apalagi karena money politics," imbuh Ade.

Sementara, caketum lainnya, Airlangga Hartarto mengatakan, pertemuan dengan para pemilik suara bisa saja dilakukan asal dilakukan secara merata oleh semua caketum. Tapi nyatanya hanya satu saja yang melakukan itu.

"Bagi kami siapapun ketum akan kami dukung kami punya tertulis bahkan siang ini akan kami tanda tangani yang baru kita mendukung dan mengawal proses munas. Yang kita tidak inginkan proses pemilihan terbuka," ujar Airlangga.

Caketum lainnya, Mahyudin mengatakan, Munaslub Golkar kali ini merupakan pertaruhan bagi partai. Bila tidak solid, kebangkitan Golkar tak akan terwujud. Tapi, soliditas ini akan rusak bila masih ada pihak-pihak yang berusaha mengacak-ngacak proses munaslub.

"Dari awal munas kali ini rekonsiliasi berkeadilan. Saya tidak sependapat dengan itu (pemilihan terbuka). Hanya keledai bodoh yang jatuh ke lubang yang sama, tidak mungkin kembali seperti sama," tegas Mahyudin.

Sementara Priyo Budi Santoso menilai tidak boleh ada usulan yang masuk dalam proses Munaslub tapi bertentangan dengan AD/ART. Hal itu sama dengan mencederai proses rekonsiliasi yang ada.

"Tidak boleh ada aturan main yang mencederai. Untuk memastikan itu saya ikut bersama dengan 7 caketum menyerukan kepada semua saja termasuk DPD 1 marilah kita memberi perubahan yang baik. Munaslub demokratis biarlah pemilik suara bersuka cita sesuai pilih antara kami berdelapan," kata Priyo.

Aziz Syamsuddin juga berpendapat sama. Dimana pun proses pemilihan figur harus dilakukan secara tertutup. Sehingga terjadi pemilihan yang objektif.

"Kami bertujuh bersepakat melalui mekanisme langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilihan tertutup bersesuaian dengan AD/ART," kata Aziz.

Calon lainnya, Syahrul Yasin Limpo bersama Indra Bambang Utoyo menyatakan siap mundur kalau proses pemilihan tetap dipaksakan terbuka. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perlawanan.

"Katanya mau modern, kami sudah menjaganya. Jangan lagi ada yang mencederai, melukai hati. Kita dahulukan rekonsiliasi jangan jadi ketum saja. Kita bukan orang seperti itu. Kalau semua bilang lawan saya senang dengar itu dan itu gaya saya sebenarnya," pungkas Syahrul.

Mereka kemudian menuangkan kesepakatan itu dalam sebuah perjanjian tertulis. Perjanjian itu berisi keinginan pemilihan dilakukan secara tertutup sesuai dengan AD/ART Partai Golkar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya