Liputan6.com, Bekasi - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipid Eksus) Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita. Ironisnya, dari sindikat itu penyidik menangkap pasangan suami-istri, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, sebagai otak di balik pembuatan vaksin tersebut.
Menurut Komandan Regu Satpam Perumahan Kemang Regency yang mewakili warga dan menyaksikan penggerebekan tersebut, Eko Supryanto, mengatakan kedua pelaku sedikitnya dapat memproduksi 200 botol vaksin dalam sehari. Hal tersebut diketahui saat keduanya diinterograsi di rumah mewah kedua tersangka.
"Jadi sebenarnya, malam ketika penggerebekan itu (Selasa, 21/6/2016) vaksin itu gak ada yang di jual pelaku, sebab belum berlebel," kata Eko saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (27/6) sore.
Ia menambahkan, jika pasutri tersebut diketahui kerap memproduksi vaksin palsu itu setiap pagi hari. Bahkan, kata Eko, seorang tersangka Rita hampir setiap siang kerap terlihat keluar rumah mengendarai mobil mewah. Ia pun diduga mengantarkan vaksin kepada seseorang distributornya yang belakangan diketahui disebut-sebut dengan nama panggilan Bu Haji.
"Setiap siang itu istrinya ke luar rumah, sendirian. Dia jual ke Bu Haji. Saya juga tau pas anggota memeriksa satu dari empat ponsel yang waktu itu disita petugas. Kan ditanya tanya bu Rita-nya waktu penggeledahan itu," ungkap Eko.
"Kalau pagi dia produksi, lalu siangnya dia jual. Itu cerita Bu Rita, waktu diintrogasi sama anggota," dia menambahkan.
Namun, ia mengakui jika pada malam penggerebekan itu, petugas berhasil mengamankan sedikitnya 36 dus vaksin palsu dan beberapa alat produksi dari rumah mewah pelaku di Kemang Pratama Regency, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
"Bener, ada banyak vaksin yang dibawa petugas itu, tapi masih belom di segel, itu rencananya akan dijual dia lagi buat besok," ucap sumber.
Nah, dari mulut perempuan kelahiran Palembang itu, bahwa vaksin tersebut dijual kepada perempuan misterius itu dengan harga Rp 30 ribu per botol. Perempuan yang diduga berprofesi sebagai distributor dalam jaringan pemalsu vaksin, lalu menjualnya kepada distributor lainnya, dengan harga Rp 70-100 ribu per botolnya.
Dari distributor ketiga itulah, vaksin tersebut dijual lagi hingga ke sejumlah klinik dan rumah sakit ternama di Jabodetabek, hingga akhirnya mencapai Rp 300-400 ribu di tangan konsumen.
"Dipotong bahan produksi dan lainnya, enggak heran kalau keuntungannya bersihnya bisa 25 juta seminggu bang," jelasnya.
Namun, dia tak dapat mengungkapkan pasti siapa sosok perempuan misterius yang dipanggil oleh pelaku Rita, dengan sebutan Bu Haji tersebut.
"Saya enggak tau pasti. Yang pasti, rumah Bu Rita dan Pak Hidayat berhasil digerebek, dari informasi Haji Safrijal, yang di Kampung Buaran, Tambun Selatan, sebelumnya itu," cerita dia.
Dia menambahkan, jika vaksin yang diproduksi pasangan Rita dan Hidayat Taufiqurahman, adalah obat khusus penyakit Tetanus. Sedangkan, tersangka lain yang termasuk dalam jaringan pasutri tersebut, diketahui mempromosikan vaksin jenis penyakit lainnya.
"Jadi pasangan ini memproduksi vaksin yang khusus penyakit cacar aja. Yang pelaku lainnya, produksi vaksin campak, nah yang lainnya, vaksin polio, dan BCG, saya tahu kan karena kebetulan di lokasi," pungkas Eko.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.