Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi saksi kasus suap raperda reklamasi Teluk Utara Jakarta, dengan terdakwa mantan Presdir Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja. Usai skors sidang untuk salat magrib, Ahok kembali dicecar jaksa penuntut umum (JPU) dengan pertanyaan seputar kewenangan Ahok mengeluarkan izin reklamasi.
JPU mengatakan, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantura Jakarta sebenarnya sudah dicabut dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008. Termasuk dengan kewenangan Gubernur DKI untuk memberikan izin reklamasi bagi pengembang.
Namun, hal itu dibantah oleh Ahok. Dia membenarkan soal dicabutnya Keppres Nomor 52 Tahun 1995 oleh Perpres Nomor 54 Tahun 2008, namun tidak termasuk soal kewenangan yang dia miliki dalam hal perizinan.
Advertisement
"Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tidak mencabut hak saya untuk memberikan izin reklamasi, karena yang dicabut hanya soal penataan ruang," ujar Ahok di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/7/2016).
Dia mengatakan, hal itu sudah dia konfirmasi ke berbagai pihak yang memastikan bahwa kewenangan dia memberikan izin reklamasi tidak berubah dengan keluarnya aturan yang baru.
"Dari diskusi saya dengan Mensesneg dan Seskab, aturan ini (Perpres 54/2008) tidak mencabut pemberian izin oleh gubernur. Demikian juga dengan bagian hukum pemda, mengatakan hal yang sama," ujar Ahok.
JPU juga mempertanyakan tentang pengenaan tambahan kontribusi pada pengembang yang dalam Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tak menyebutkan angka nominalnya. Untuk hal ini Ahok mengatakan dia punya kewenangan untuk memutuskan besaran angka tersebut.
"Saya punya hak diskresi untuk menentukan itu. Angka 15 persen kontribusi dari pengembang itu datang memang dari saya untuk memberikan keuntungan pada pemda," tegas Ahok.