Panglima TNI: ABK WNI Bisa Lolos Atas Upaya Pemerintah Filipina

Gatot berharap dengan perlawanan oleh militer Filipina, sandera-sandera lainnya dapat lepas dari genggaman Abu Sayyaf

oleh Liputan6 diperbarui 19 Agu 2016, 01:36 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2016, 01:36 WIB
Penyandera ABK WNI Minta Tebusan Rp 65 Miliar
Menurut Panglima TNI penyanderaan disebabkan pelanggaran rute yang sudah ditetapkan.

Liputan6.com, Jakarta - Dua orang anak buah kapal (ABK) WNI yang menjadi sandera kelompok radikal Abu Sayyaf di Filipina dan berhasil melarikan diri, Ismail (22) dan Muhammad Sofyan (28) tengah menjalani pemeriksaan kesehatan di Zamboanga.

"Jadi terkait sandera yang melarikan diri dari Abu Sayyaf, infonya sudah saya cek, dan benar. Sekarang, saudara Sofyan dan saudara Ismail sudah berada di Zamboanga (Filipina)," kata Panglima TNI Gatot Nurmantyo di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur seperti dikutip Antara, Kamis (18/8/2016).

Pertama kali sandera yang melarikan diri dan berhasil ditemukan adalah Sofyan, yang ditemukan di wilayah pantai Barangay Bual, Kota Luuk, Sulu. Beberapa jam berselang, Ismail juga ditemukan masih di wilayah yang sama dengan penemuan Sofyan. "Saat ini mereka sedang ditangani dan dicek kesehatannya," ujar Gatot.

Menurut dia, keberhasilan dua orang ABK WNI tersebut melarikan diri tak lepas dari upaya militer Filipina yang terus menekan kelompok Abu Sayyaf. Gatot berharap dengan perlawanan yang terus diberikan oleh militer Filipina, sandera-sandera lainnya dapat lepas dari genggaman Abu Sayyaf

"Ini adalah hasil kerja pemerintah Filipina yang sudah melakukan pengepungan, sehingga dua ABK ini bisa lolos. Dan mudah-mudahan yang lainnya pun bisa (melarikan diri)," ujar Gatot.

Sementara itu, Kelompok militan Abu Sayyaf, telah menetapkan 15 Agustus 2016, sebagai batas waktu pemerintah Indonesia untuk membayar tebusan sekitar Rp 60 miliar agar dapat membebaskan WNI yang menjadi sandera. Jika tidak, mereka tak segan untuk membunuh korban.

Jenderal bintang empat ini menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan mau membayar uang tebusan tersebut, meski saat ini telah lewat tiga hari dari waktu yang telah ditetapkan.

"Pemerintah tidak akan mau membayar. Ya, saya harap perusahaan (tempat ABK yang disandera bekerja) juga sama seperti pemerintah. Kalau namanya tidak bayar ya tidak bayar. Kita bukan bangsa kambing atau bangsa sapi yang diperah terus," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat ini.

Percaya Militer Filipina

Gatot juga mengatakan, saat ini dari tujuh orang WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf masih ada lima orang lagi yang masih dalam penyanderaan. Karena dua orang sandera lainnya, yakni Muhammad Sofyan dan Ismail telah melarikan diri.

Menurut Gatot, Indonesia akan memberi kesempatan kepada militer Filipina untuk mencoba membebaskan sandera-sandera tersebut.

"Saya tidak pernah menyarankan gencatan senjata. Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada pemerintah Filipina untuk mereka mencoba membebaskan sandera tersebut. Tentang mekanisme, Menlu yang lebih pantas menyampaikan," ujar Gatot.

Saat ini, keselamatan WNI Indonesia menjadi hal yang diutamakan. Gatot meyakini militer Flipina dapat membebaskan WNI Indonesia yang disandera dalam keadaan selamat.

"Saya punya keyakinan. Dengan kepemimpinan (Filipina) yang sekarang, (mereka) pasti mampu," ujar Panglima TNI.

Ismail dan Muhammad Sofyan adalah dua WNI dari tujuh ABK Tugboat Charles yang dibajak kelompok bersenjata di perairan Sulu, selatan Filipina pada 20 Juni 2016.

Sementara beberapa ABK lainnya, yakni Ferry Arifin, Muh Mahbrur Dahri, Edi Suryono, Muhammad Nasir, dan Robin Piter masih disandera.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya