Liputan6.com, Jakarta - Bety baru saja selesai salat Zuhur. Sandal di kakinya pun belum dilepas. Ketika dia berbalik dan duduk di meja kerjanya, tiba-tiba seekor tikus besar menggigit kaki PNS di Biro Umum Pemprov DKI Jakarta itu. Karena gigitan itu, Bety pun harus dibawa ke dokter.
Di DKI Jakarta, populasi tikus memang tengah meningkat. Bukan sesuatu yang aneh melihat tikus-tikus got berkeliaran di atas jalan mencari makanan di malam hari. Bahkan tak sedikit dari tikus-tikus itu ukurannya sebesar kucing.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengaku, pernah melihat tikus sebesar kucing saat mengunjungi warga. Menurut dia, tikus besar itu tidak hanya mengganggu tapi juga berbahaya karena menyebabkan penyakit dan menggigit kabel listrik.
Advertisement
Geram melihat tingginya populasi tikus di Jakarta, Djarot pun akhirnya mencanangkan Gerakan Basmi Tikus (GBT). Setiap tikus yang ditangkap nantinya akan dihadiahi Rp 20 ribu per ekor.
"Yang kita buru adalah tikus got, yang gede-gede itu loh," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta, Rabu 19 Oktober 2016.
"Itu mesti kita basmi. Nanti melibatkan lingkungan. Sambil mengecek tidak boleh ada tikus dari luar, dari daerah lain masuk ke sini. Nanti kita kumpulkan (kubur) jadikan pupuk organik," kata Djarot.
Untuk merealisasikannya, Djarot telah meminta seluruh lurah di Ibu Kota mengampanyekan Gerakan Basmi Tikus itu.
"Program ini sedang berjalan. Kami sudah mengumpulkan lurah agar bisa dikomunikasikan ke RT RW," kata Djarot di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 18 Oktober 2016.
Dalam pelaksanaannya, tikus-tikus yang berhasil ditangkap warga dihargai Rp 20 ribu per ekor. "Kita lihat berapa yang berhasil dikumpulin, nanti lurah yang hitung. Dapat berapa kami bayar," tutur Djarot.
Tikus-tikus mati itu kemudian dikumpulkan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) dan dikubur oleh Dinas Pertamanan di area yang sudah disediakan.
"Nanti kami akan gali tanahnya. Kami tanam (tikusnya) karena membawa penyakit berbahaya," kata Djarot.
Tikus Berdasi
Djarot mengatakan, GBT berada di bawah koordinasi Dinas Kebersihan serta Dinas Pemakaman dan Pertamanan. Sedangkan anggarannya ada di Biro Umum dan Dinas Pertamanan DKI Jakarta.
"Ini sebenarnya message-nya bukan hanya memburu tikus yang ada di kantor, tapi juga tikus yang berdasi," seloroh Djarot. "Daripada nangkap Pokemon, Pokemonnya habis. Dulu ke taman nyari Pokemon gitu ya. Nah ini nyata, nyata bermanfaat, iya enggak?" kata Djarot.
Menurut Djarot, gerakan basmi tikus sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun lalu di Pemprov DKI. Imbasnya, lingkungan Pemprov bersih dari tikus. Gerakan ini kemudian diperluas untuk membasmi tikus di lingkungan masyarakat.
"Sekarang lingkungan masyarakat, tikus-tikus got, bukan tikus dalam rumah. Kalau tikus dalam rumah tanggung jawab pemilik rumah," ucap Djarot.
Terkait penyebab tingginya populasi tikus di Ibu Kota, Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim kepada Liputan6.com mengatakan, perkembangan tikus got di Jakarta biasa terjadi di kawasan padat penduduk.
"Potensinya banyak di tempat-tempat padat penduduk, pasar tradisional," kata Ali mencontohkan.
Selain itu, pola hidup masyarakat yang membuang sampah sembarangan juga menyumbang pesatnya perkembangbiakan tikus got.
"Kalau masyarakat lebih mengerti kebersihan dan kesehatan, saya kira tikus got enggak dapat makan dari sampah yang dibuang sembarangan," kata Ali.
Terkait dengan Gerakan Basmi Tikus yang dicanangkan Wagub Djarot, Dinas Kebersihan masih menunggu tindak lanjut dengan instansi terkait untuk mendukung gerakan tersebut, seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pertamanan.
"Dinas Kebersihan sebenarnya support untuk pembuangannya. Secara teknis masih perlu ada yang dirapatkan, terkait RT/RW dan kelurahan," ujar Ali.
Basmi Tikus untuk Kampanye?
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi menjelaskan dampak bahaya tikus bagi kesehatan manusia.
"Terutama air kencingnya bahaya. Ada banyak (tikus) tapi angkanya tidak menonjol," ujar Koesmedi.
Beberapa penyakit yang disebabkan hewan pengerat itu antara lain penyakit Leptospirosis, Pes, Salmonella Enterica Sarovar Typhimurium, penyakit Rat Bite Fever (RBF), dan Hantavirus Pulmonary Syndrome.
Tikus di Jakarta, ujar Koesmedi, banyak ditemukan di daerah rawan banjir dan pelabuhan.
Meski tujuannya untuk melindungi warga DKI dari ancaman penyakit yang disebabkan oleh tikus, namun masih ada yang menuding gerakan basmi tikus sebagai ajang kampanye Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat, yang saat ini ikut Pilkada DKI 2017.
Namun Ahok membantah tudingan tersebut. Dia mengatakan, gerakan basmi tikus yang dicanangkan Wagub Djarot Saiful Hidayat murni untuk membasmi hama tikus.
"Masa nangkap tikus buat kampanye?" ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu 19 Oktober 2016.
Djarot juga membantah tuduhan itu. "Enggak ada itu," ucap mantan Bupati Blitar itu.
Tak hanya dikaitkan dengan kampanye, beberapa pihak juga khawatir jika gerakan menangkap tikus dengan bayaran Rp 20.000 per ekor justru membuat warga berbuat curang. Misalnya, dengan beternak tikus.
Namun, kekhawatiran ini pun disangkal Djarot. "Siapa ternak tikus gitu ya? Kalau ternak tikus ya gampang, nanti tikusnya yang ditangkep, peternaknya kita tangkep," ujar politikus PDIP itu.
Sementara Ahok mengatakan, program pembasmian tikus di Jakarta hanya akan dilakukan sekali. Sebab, jika dilakukan setiap hari akan menimbulkan kecurangan.
"Kalau nanti jadi, kita lakukan sekali saja. Bukan tiap hari basmi tikus, entar malah pada jual, melihara tikus lagi," ujar Ahok.
Dia mengatakan, Pemprov DKI masih mematangkan realisasi gerakan tersebut. "Masih dimatangkan, itu rencana wagub kan," kata Ahok.
Gerakan menangkap tikus ini dicanangkan karena saat ini pemerintah kesulitan membasmi hama tikus. Sebab, predator tikus seperti ular sudah jarang di Kota Besar.
"Saya tanya, tikus ada enggak predatornya? Ular kan pak? Kucing? Di kota ini predatornya sudah tidak ada, ular saja dijual, kucing nggak berani sama tikus," tandas Djarot.