Hakim Praperadilan: KPK Harus Perhatikan Hak Kesehatan Irman

Menurut hakim praperadilan I Wayan, yang mengetahui kondisi kesehatan Irman Gusman hanya dokter, bukan penyidik.

oleh Oscar Ferri diperbarui 31 Okt 2016, 15:34 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2016, 15:34 WIB
20161004-Irman-Gusman-Diperiksa-KPK-Jakarta-HA
Senyum Irman Gusman sebelum jalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, (4/10). Irman diperiksa sebagai saksi tersangka Memei, isteri dari tersangka Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto (Tanto) dalam kasus yang sama. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim praperadilan I Wayan Karya meminta KPK mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap eks Ketua DPD Irman Gusman. Hal itu menyusul sakitnya Irman, sehingga tak bisa dihadirkan dalam sidang hari ini.

I Wayan menggarisbawahi bahwa hak-hak tersangka harus tetap diperhatikan, terutama soal kondisi kesehatannya.

"(Pihak tergugat/KPK) agar mengedepankan asas praduga tak bersalah. Hak tersangka harus diperhatikan," kata I Wayan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (31/10/2016).

Menurut I Wayan, yang mengetahui kondisi kesehatan hanya dokter, bukan penyidik. Sehingga, pemeriksaan kesehatan terhadap Irman‎ harus diprioritaskan.

KPK baru mengetahui informasi Irman sakit sekitar pukul 07.00 WIB. Bersama jaksa dan kuasa‎ hukum, tim Biro Hukum KPK menyambangi Rutan Pomdam Jaya Guntur, tempat Irman ditahan. Namun, dokter sudah lebih dulu datang memeriksa kesehatan Irman.

Kemudian sekitar pukul 09.00 WIB, berita acara terkait kesehatan Irman dibuat. Di mana Irman sendiri menyatakan tidak bisa hadir karena sakit.

‎"Silakan, barangkali KPK kurang koordinasi dengan dokter rutan. Karena bagaimanapun juga yang paling tahu dokter," ucap I Wayan.

Pada akhirnya, sidang praperadilan ini ditunda sampai Selasa 1 November 2016. Agendanya, kesimpulan. Hal ini disebabkan, Irman batal hadir dalam sidang karena sakit.

"Tunda besok, dengan acara kesimpulan. Jam 13.30 WIB kesimpulan. Tanpa dipanggil lagi kedua belah pihak diperintahkan hadir," kata I Wayan.

Kuasa hukum Irman, Razman Arief Nasution juga proses terhadap penanganan kesehatan kliennya oleh KPK. Lembaga antikorupsi itu dinilai kurang berprikemanusiaan terhadap Irman sampai membuat kesehatannya terganggu.

Menurut Razman, Irman harusnya sudah menjalani perawatan medis atas sakitnya. Namun, Irman justru seperti diabaikan hak-haknya, terutama perihal kondisi kesehatannya.

"Irman sebetulnya harus segera mengalami perawatan medis. Kami kirim surat tiga kali. Tidak ditanggapi. Klien kami sudah P21 (berkas perkara lengkap). Ini buat klien kami tertekan. Beliau (Irman) katakan, sudah, kalau saya mau dianiaya, aniaya di sini," kata Razman.

Razman menambahkan, pihaknya akan meminta‎ pertanggungjawaban KPK jika sesuatu yang buruk terjadi terhadap Irman. Karena, seharusnya KPK tetap memperhatikan kesehatan Irman dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"Kalau sampai terjadi sesuatu dengan klien kami, KPK harus bertanggung jawab. Karena tersangka itu masih ada asas praduga tak bersalah," ucap Razman.

PN Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan Irman Gusman terhadap KPK. Eks Ketua DPD itu mengajukan permohonan praperadilan proses penangkapan Irman oleh Tim Satgas KPK pada Sabtu, 17 September 2016 lalu.

Pihak Irman menilai, penangkapan Irman itu tidak sah dan menyalahi prosedur. Sehingga, proses selanjutnya seperti penetapan tersangka dan penyidik ikut menjadi tidak sah.

Irman Gusman bersama Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎ ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan oleh tim satgas bersama dengan barang bukti uang Rp 100 juta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya