Ahok, Antara Fatwa dan Sikap Keagamaan MUI

Dia menjelaskan, kedudukan pendapat atau sikap keagamaan itu lebih tinggi dari fatwa.

oleh Oscar FerriFX. Richo Pramono diperbarui 08 Nov 2016, 07:38 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2016, 07:38 WIB
Ahok Diperiksa Polisi
Ahok diperiksa selama 9 jam di Bareskrim Mabes Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan senyum dan lambaian tangan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memasuki Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 November 2016 kemarin. Pukul 08.13 WIB Ahok tiba dengan menumpang Kijang Innova B 1330 EOB.

Saat itu, Ahok tidak dalam kunjungan kerja, sebab ia merupakan Gubernur nonaktif DKI Jakarta sekaligus calon petahana di Pilkada DKI Jakarta.

Ahok menjalani pemeriksaan sebagai terlapor atas kasus dugaan penistaan agama yang dilaporkan Buni Yani. Pemeriksaan Ahok kemarin merupakan kali kedua.

Mantan Bupati Bangka Belitung itu, diduga menistakan agama Islam, kala sosialisasi program pada 30 September 2016 lalu di Pulau Seribu. Saat itu, ia menyinggung soal Pilkada DKI Jakarta yang membawa-bawa Surat Al Maidah ayat 51.

Kemarin, Ahok diperiksa selama kurang lebih sembilan Jam. Sebanyak 40 pertanyaan diajukan penyidik Bareskrim Mabes Polri ke Ahok.

Fatwa

20161013-Penyataan-MUI-HEL
Ketua Umum MUI Pusat, Maruf Amin memberi keterangan terkait polemik ucapan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, Kamis (13/10). Ia meminta masyarakat tetap tenang menyikapi hal tersebut. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pemeriksaan terhadap Ahok itu juga merupakan salah satu tuntutan utama massa yang menggelar aksi pada Jumat, 4 November 2016 kemarin. Namun, tuntutan utamanya adalah Ahok segera ditetapkan menjadi tersangka.

Dengan slogan mengawal Fatwa MUI, para pengunjuk rasa meneriakkan tuntutan agar Ahok lekas dipenjara karena telah menistakan ulama dan agama Islam.

Berikut sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pernyataan Ahok:

PENDAPAT DAN SIKAP KEAGAMAAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Bismillahirrahmanirrahim

Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, ”… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..” yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:

1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.

Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :

1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.

Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Sikap Keagamaan MUI

Ahok Diperiksa di Mabes Polri hingga Penetapan Cagub-Cawagub DKI
Ahok klarifikasi di Bareskrim Mabes Polri terkait penistaan Agama. Sementara Ahok-Djarot tidak hadir dalam penetapan pasangan cagub-cawagub.

Menurut Anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI, Abdul Chair Ramadhan, sikap keagamaan MUI soal Ahok itu sahih.

"KH Ma'ruf menyatakan bahwa fatwa atau pandangan agama itu benar, sahih, jelas," ujar Chair di Kantor MUI, Jakarta, Senin 7 November 2016.

Chair mengatakan, penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri ingin mengklarifikasi soal sikap keagamaan MUI itu. Terutama legalistas baik dari aspek formal maupun aspek materilnya. Namun, Chair menegaskan, sikap keagamaan MUI sudah berdasarkan kajian.

"Intinya hanya menegaskan apa yang dinyatakan MUI itu apa adanya," kata Chair.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid di Kantor MUI, Jakarta, Senin 7 November 2016, menjelaskan, Dirtipidum Mabes Polri hanya ingin memperoleh kebenaran dari sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI.

Dia memastikan, sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI tidak ada yang direvisi lagi, sehingga sikap keagamaan itu sudah sahih.

"Tim penyelidik menanyakan kepada MUI, apakah benar? Kami bilang benar. Kemudian ditanyakan apakah ada revisi atau hal yang dibatalkan terhadap poin dan pendapat dan sikap? Itu kami katakan, tidak ada," ucap Zainut.

Dia menjelaskan, kedudukan pendapat atau sikap keagamaan itu lebih tinggi dari fatwa. Hal itu juga menjadi poin yang ditanyakan oleh Dirtipidum Bareskrim.

"Kami katakan pendapat dan sikap itu lebih tinggi daripada fatwa," ujar Zainut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya