Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia memenangkan perkara arbitrase di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) atas gugatan senilai USD 1,31 miliar atau setara dengan Rp 13 triliun lebih dari Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.
Churchill Mining Plc merupakan perusahaan tambang asal Inggris, sedangkan Planet Mining Pty Ltd adalah perusahaan asal Australia. Kedua perusahaan ini sama-sama menggugat Pemerintah Indonesia di ICSID. Majelis Tribunal ICSID pada selasa (6/12) telah menerbitkan putusan yang dengan tegas menolak semua gugatan yang disampaikan oleh Churchill dan Planet .
Baca Juga
Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum dan HAM, Cahyo Rahadian Muzhar mengatakan, Majelis Tribunal ICSID menolak gugatan Churchill dan Planet lantaran beberapa perizinan yang mereka miliki palsu atau dipalsukan. Perusahaan tersebut juga tidak pernah memperoleh otorisasi dari Pemerintah Daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Advertisement
“Majelis Tribunal ICSID juga menjatuhkan putusan kepada Churchill dan Planet untuk membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan Pemerintah RI sebesar USD 8,646,528 dan sejumlah biaya untuk administrasi ICSID sebesar USD 800,000,” ujar Cahyo, Rabu (7/12) dalam rilisnya.
Putusan Majelis Tribunal ICSID ini keluar setelah tujuh hari proses sidang pemeriksaan keabsahan dokumen (hearing on document authenticity). Dalam proses arbitrase ini, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM selaku koordinator penerima kuasa khusus Presiden RI.
Putusan Majelis Tribunal ICSID ini membuktikan dugaan kuat dan pembelaan panjang yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam mempertahankan argumen dan posisinya untuk membuktikan bahwa izin pertambangan yang yang dimiliki Churchill dan Planet adalah palsu atau dipalsukan.
Hal ini juga memperkuat kebenaran tindakan Pemerintah Kutai Timur pada Tahun 2010 yang telah memutuskan pembatalan atas izin pertambangan kedua perusahaan tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Powered By:
Kementerian Hukum dan HAM