Tak Hanya Sanusi, KPK Yakin M Taufik Tahu Suap Reklamasi

JPU menunut eks Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dengan pidana 10 tahun penjara.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Des 2016, 07:20 WIB
Diterbitkan 14 Des 2016, 07:20 WIB
20160503- M Taufik Bantah Pernah Bertemu Aguan-Jakarta- Helmi Afandi
Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta, M Taufik kembali diperiksa penyidik KPK, Jakarta (3/5) Taufik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka M Sanusi. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut eks Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dengan pidana 10 tahun penjara. Sanusi dinilai terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja terkait raperda reklamasi.

Jaksa pada KPK, Ronald Worontika meyakini bahwa suap yang diterima politikus Partai Gerindra tersebut diketahui oleh kakaknya, Mohamad Taufik. Taufik merupakan Wakil Ketua DPRD DKI sekaligus Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda).

"Bahwa pada 4 Maret 2016, terdakwa berkomunikasi dengan M Taufik mengenai permintaan Ariesman Widjaja. Hal ini sesuai alat bukti dan petunjuk dalam komunikasi yang diputar di persidangan," ujar Jaksa Ronald saat membacakan tuntutan Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/12/2016).

Jaksa menguraikan, suap diberikan agar Sanusi membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP). Suap juga diberikan‎ agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman, selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra.

Ariesman memiliki keinginan agar pasal mengenai kontribusi tambahan yang dibebankan kepada perusahaan pengembang sebesar 15 persen dihilangkan. Paling tidak, Ariesman menginginkan agar kontribusi tambahan yang diatur dalam peraturan gubernur, besarannya diatur dalam Perda.

Mengetahui keinginan Ariesman itu, Sanusi 'nyolek' Taufik untuk meminta bantuan. Sanusi memberitahu bahwa Ariesman telah menjanjikan uang sebesar Rp 2,5 miliar terkait keinginannya itu.

Sanusi kemudian mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat 5 yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan konstribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen), yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan pengembang".

Jaksa Ronal menuturkan, pihaknya memiliki bukti percakapan Sanusi dan Taufik, di mana Sanusi meminta besaran tambahan kontribusi 15 persen dikonversi dari 5 persen. Menurut Jaksa, apa yang dikatakan Sanusi kepada Taufik, persis seperti apa yang diminta oleh Ariesman saat bertemu Sanusi di Kemang Village, Jakarta.

"Kata-kata Sanusi kepada Taufik sangat sesuai dengan kata-kata Ariesman. Maka keterangan terdakwa yang mengaku berbohong harus dikesampingkan," kata Jaksa Ronald.

Sebelumnya, Sanusi dituntut pidana 10 tahun penjara oleh Jaksa. Sanusi juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan plus dicabut hak dipilih dan memilihnya dari jabatan publik selama lima tahun.
‎
Jaksa menilai Sanusi terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap sebesar Rp 2 miliar secara bertahap dari eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja. Uang diberikan terkait pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) atau karib disebut Reklamasi Teluk Jakarta.

Jaksa menilai Sanusi melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

‎Selain suap, Jaksa juga menilai Sanusi terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya