Alasan MA Terbitkan Aturan Terkait Pidana Korporasi

Peraturan MA ini di dalamnya mengatur prosedur beracara terkait koorporasi sebagai pelaku tindak pindana.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 21 Feb 2017, 20:24 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2017, 20:24 WIB
Mahkamah Agung keluarkan Perma pemindanaan korporasi
Mahkamah Agung keluarkan Perma pemindanaan korporasi

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifudin mengungkapkan ihwal lahirnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

Perma Nomor 13 Tahun 2016 itu, ia mengaku, merupakan harapan banyak pihak. Sebab praktik di lapangan, masih sangat sedikit korporasi yang diajukan sebagai pelaku pidana. Padahal berbagai aturan di Indonesia telah banyak mengatur pemidanaan korporasi.

"Kenapa? padahal UU sudah mengancam korporasi, di berbagai UU dengan ancaman pidana. Materillnya ada, tapi formilnya belum ada. Jadi pembentukan Perma ini hasil kerja sama Pokja dari MA, KPK, Kepolissian, Kejaksaan, sehingga akhirnya lahirlah Perma ini," ungkap dia di Jakarta, Selasa (21/2/2017).

Syarifudin mengatakan, kehadiran Perma tersebut sangat penting. Sebab, di dalamnya mengatur prosedur beracara terkait koorporasi sebagai pelaku tindak pindana.

"Selama ini karena hanya sedikit korporasi sebagai pelaku itu, karena hukum acara kita sendiri apakah itu KUHAP atau KUHP memang tidak mengatur diajukannya korporasi, yang diatur adalah pelakunya, adalah orang perseorangan, bukan korporasi," beber dia.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi, dia menjelaskan, karena telah berlangsung lama. Bahkan ada anggapan yang pelaku tindak pidana adalah orang bukan korporasi.

"Kalau korproasi tidak Punya mens rea (sikap batin pelaku perbuatan pidana) diikuti lagi oleh doktrin universitas," ungkap Syarifudin.

Karena itu, ia menambahkan, guna mengatasi celah yang kosong tersebut keluar lah Perma. Peraturan tersebut, di dalamnya mengatur cakupan atau ruang lingkup tindak pidana korporasi, sehingga dapat memperlihatkan mens rea actus reus-nya atau sikap batin pelaku perbuatan pidana  yang menyangkut perbuatan melawan hukum.

"Karena ini (Perma) masih baru, MA dengan KPK berpikir lagi bagaimana masyarakat kita agar korporasi diajukan ke pidana, sehingga harapan ini dipahami betul oleh masyarakat, apalagi aparat penegak hukum dan hakim," tandas Syarifudin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya