Liputan6.com, Jakarta - Presiden Direktur PT Avidisc Crestec Interindo, Wirawan Tanzil yang dihadirkan sebagai saksi sidang perkara korupsi e-KTP kembali menguak peran penting Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Menurut Wirawan, Andi sengaja membentuk tim Fatmawati untuk menyelewengkan proyek e-KTP ini. Andi dan tim Fatmawati diduga sengaja menggelembungkan harga pada sistem biometrik e-KTP.
Sistem biometrik merupakan perekam identitas dari mulai sidik jari hingga retina mata. Sistem biometrik ini didatangkan langsung dari perusahaan Amerika Serikat yang bernama Cogent Systems Inc.
Advertisement
Harga satuan sistem biometrik dari perusahaan Cogent itu berkisar dari US$ 3 sen sampai US$ 5 sen. Namun, nantinya akan dijual kepada pemerintah senilai US$ 1.
"Penawarannya antara 3 sampai 5 sen dolar AS. Infonya mau dijual 30 sen sampai 1 dolar AS," ujar Wirawan saat bersaksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).
Dia mengaku, dirinya sengaja diajak oleh Andi Narogong untuk ikut ke dalam konsorsium Murakabi. Ajakan tersebut karena perusahaan yang lain dinilai tak memiliki lisensi yang cukup dalam pengadaan biometrik.
Dalam perjalanannya, dia melihat sesuatu yang janggal dalam pengadaan proyek e-KTP ini. Dia pun mundur dari konsorsium Murakabi.
"Saya diminta masuk ke (konsorsium) Murakabi. Tapi akhirnya mengundurkan diri," jelas Wirawan.
Keterlibatan Anggota DPR
Keputusan mundur itu juga dikarenakan ada perwakilan dari AS mengarahkannya untuk mundur dari proyek e-KTP, selain keterlibatan para anggota DPR yang juga membuatnya tidak nyaman.
"Selain masalah prinsip, saya melihat tingkat kegagalan yang tinggi," kata dia.
Keanehan lainnya terungkap saat dia berbincang dengan Direktur PT Java Trade Utama Johanes Richard Tanjaya. Dia pun kemudian mengetahui perusahaan yang memimpin konsorsiumnya PT Murakabi.
"Saya tanya (kepada Johanes), ini siapa yang punya perusahaan (PT Murakabi). Dia (Johanes) sih nggak bilang kalau itu perusahaan ada hubungannya dengan (Setya) Novanto," terang Wirawan.
Mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi proyek e-KTP secara bersama-sama. Dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini, KPK sudah menetapkan Andi Narogong sebagai tersangka ketiga.
Tersangka lain, yakni Miryam S Haryani ditetapkan KPK karena memberikan keterangan palsu saat sidang e-KTP. KPK juga sudah menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) untuk politikus Partai Hanura tersebut karena dua kali mangkir dari panggilan penyidik.