Rais Syuriah PBNU: Hizbut Tahrir Bukan Organisasi Tapi Parpol

Indonesia dinilai terlambat membubarkan Hizbut Tahrir. Sebab, banyak negara sudah melarangnya sejak lama.

oleh Sunariyah diperbarui 08 Mei 2017, 22:02 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2017, 22:02 WIB
Penuhi SUGBK, Ribuan Anggota HTI Hadiri Rapat dan Pawai Akbar 2015
Acara Rapat dan Pawai Akbar (RPA) 2015 yang dibanjiri ribuan jamaah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga diwarnai dengan mendengarkan orasi atau ceramah di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (30/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Keputusan ini diumumkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, siang tadi.

Menurut Wiranto, pembubaran organisasi itu bukan berarti pemerintah anti ormas Islam. "Keputusan ini bukan berarti pemerintah anti terhadap ormas Islam. Semata-mata merawat dan menjaga keutuhan NKRI berdasar Pancasila dan UUD 1945," tegas Wiranto, di kantornya, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Keputusan ini disambut baik Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin. "Saya mengapresiasi sikap pemerintah yang tegas, kalau perlu semua organisasi yang anti Pancasila juga dibubarkan. Semua harus tunduk pada undang-undang kita, pemerintah harus tegas," kata Ahmad Ishomuddin kepada Liputan6.com, Senin 8 Mei.

Menurut Ahmad, HTI bukanlah organisasi. Melainkan partai politik.

"HTI merupakan partai politik yang prinsip-prinsipnya itu bertentangan dengan NKRI. Mereka tidak setuju dengan nasionalisme dan ingin semua negara berada dalam sistem khilafah," papar Ahmad.

Indonesia sendiri, lanjut dia, terbilang terlambat untuk membubarkan Hizbut Tahrir. Sebab, banyak negara sudah melarang Hizbut Tahrir sejak lama.

"Bangladesh melarang Hizbut Tahrir pada 22 Oktober 2009, Mesir 1974, Rusia 1999 dan menyebutnya sebagai organisasi kriminal. Lalu Tajikistan 2001, Pakistan 2003, Kazakshtan 2005, Prancis dan Spanyol 2008 dan menyebutnya sebagai organisasi illegal," kata Ahmad.

Suriah juga melarang Hizbut Tahrir pada pada 1998 -1999, Jerman 2006, Turki 2009, Libya pada masa pemerintahan Muammar Qaddafi, Yordania menyebutnya sebagai organisasi terlarang. Kemudian Australia melarangnya pada 2007.

"Mereka berupaya mengganti semua sistem yang dianggap thogut, sehingga itu anti terhadap demokrasi. Di Indonesia mereka menolak Pancasila. Mereka ingin menerapkan syariat Islam secara formal sementara Indonesia bukan negara agama," ujar dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, Lampung ini.

Sementara HTI merespons keputusan pemerintah itu dengan mengatakan menyayangkan hal tersebut.

"Kami sangat menyesalkan langkah atau keputusan yang diambil oleh pemerintah. Karena HTI ini adalah ormas yang legal, kami perkumpulan yang sudah melakukan aktivitas dakwah di negeri ini lebih dari 20 bahkan 25 tahun," kata Juru Bicara HTI Ismail Yusanto di Kantor HTI, Tebet, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2017).

Ismail mempertanyakan sikap pemerintah yang membubarkan HTI. Sebab ormasnya tidak pernah menimbulkan persoalan hukum.

"Kami berdiri secara legal, tertib, damai, dan praktis hampir tidak pernah kami menimbulkan persoalan hukum. Apa yang disampaikan pemerintah (pembubaran HTI) mengundang pernyataan besar apa yang terjadi, apa yang dipersangkakan kepada kami," ujar dia.

Ismail berharap, pemerintah tidak melanjutkan langkahnya membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya