Liputan6.com, Jakarta - Teriakan histeris di tengah aksi mimbar bebas ribuan mahasiswa Trisakti seolah kembali terdengar. Kenangan pahit sejarah kelam Indonesia 12 Mei 1998 terputar.
Kala itu, empat mahasiswa tewas terkena timah panas yang diduga ditembakkan dari jalan layang Grogol, Jakarta Barat. Jalan layang yang terletak tepat di depan kampus Universitas Trisakti.
Keempat mahasiswa itu adalah Elang Mulia Lesmana dari Fakultas Arsitektur angkatan 1996, Heri Heriyanto dari Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin angkatan 1995, Hendriawan dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen angkatan 1996, dan Hafidin mahasiswa Fakultas Teknik Sipil angkatan 1995.
Advertisement
Baca Juga
Tewasnya empat mahasiswa Trisakti ini memicu kerusuhan di Ibu Kota pada hari-hari setelahnya.
Untuk mengungkap fakta, pelaku, dan latar belakang Tragedi Mei 1998, pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang terdiri dari unsur-unsur pemerintah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), LSM, dan organisasi kemasyarakatan lain.
Tim ini dibentuk pada 23 Juli 1998, dan bekerja hingga 23 Oktober 1998. TGPF Tragedi Mei 1998 dipimpin Marzuki Darusman.
Ada sejumlah fakta penting yang ditemukan TGPF. Pada catatan Liputan6.com, ada enam hal yang diungkap tim tersebut.
TGPF menemukan kematian empat mahasiswa Trisakti memicu kemarahan publik. Keesokan harinya, kerusuhan besar pun pecah, terjadi penjarahan, perusakan, pembakaran, kekerasan seksual, penganiayaan, pembunuhan, penculikan, dan intimidasi yang berujung pada munculnya teror, sehingga pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri.
Yang mengejutkan, tim menemukan adanya sekelompok provokator yang memancing massa dengan berbagai modus tindakan, seperti membakar ban atau memancing perkelahian, meneriakkan yel-yel yang memanaskan situasi, merusak rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya.
Setelah itu, provokator mendorong massa untuk mulai merusak barang dan bangunan, disusul tindakan menjarah barang, dan di beberapa tempat diakhiri dengan membakar gedung atau barang-barang lain.
Tragedi Mei 1998 tidak hanya menyebabkan empat mahasiswa tewas berdasarkan temuan TGPF. Sebagian orang juga dinyatakan hilang, dan banyak warga mengalami luka, trauma dan kerugian material lain.
Beberapa orang yang dilaporkan hilang ke YLBHI/Kontras dan belum ditemukan sampai Laporan Akhir TGPF dibuat yakni Yadin Muhidin (23) hilang di daerah Senen, Abdun Nasir (33) hilang di daerah Lippo Karawaci, Hendra Hambali (19) hilang di daerah Glodok Plaza, dan Ucok Siahaan (22) tidak diketahui lokasi hilangnya.
Berdasarkan data yang dihimpun TGPF di Jakarta, tim relawan menyebutkan korban meninggal dunia dan luka-luka 1.190 orang akibat terbakar, 27 akibat senjata, dan 91 luka-luka.
Data Polda Metro, 451 orang meninggal, korban luka-luka tidak tercatat. Data Kodam Jaya, 463 meninggal termasuk aparat keamanan, 69 luka-luka. Data Pemda DKI, jumlah korban meninggal 288 orang, dan luka-luka 101 orang.
Pemerintah telah menyerahkan hasil penyelidikan TGPF Tragedi Mei 1998 ini ke Kejaksaan Agung. Hasilnya? Kejaksaan Agung saat itu menyatakan masih butuh keterangan saksi untuk membuktikannya. Keterangan saksi inilah yang sulit didapatkan.
"Saya sudah lelah," kata Karsiyati Sie, ibunda Hendrawan Sie, kepada SCTV, 12 Mei 2004.
Kini, pemerintahan sudah berganti dan berada di tangan Presiden Joko Widodo. Sembilan belas tahun keluarga korban, korban, dan masyarakat menanti ujung dari kasus ini.
Harapan ditumpukan kepada presiden ketujuh tersebut. Terlebih, saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi mengatakan perkara Tragedi Mei 1998 bisa diselesaikan.
"Ya diselesaikan, pokoknya diselesaikan. Orangnya bisa dicari, di mana? Diselesaikan," kata Jokowi di sebuah restoran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin 12 Mei 2014.
Namun, hingga tiga tahun pemerintahannya, belum ada hasil signifikan untuk menuntaskan kasus Tragedi Mei 1998 ini. Masyarakat, korban, dan keluarga korban masih menunggu meski mereka sudah lelah.