KPK Tolak Fahmi Darmawansyah Jadi Justice Collaborator

Hal tersebut dikarenakan Fahmi dianggap sebagai otak suap terhadap sejumlah pejabat di Bakamla terkait pengadaan satelit monitor.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Mei 2017, 19:26 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2017, 19:26 WIB
20170131-Suami-Inneke-Koesherawati-Jakarta-HA
Tersangka Fahmi Darmawansyah tertunduk lesu usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (31/1). Direktur Utama PT. MTI tersebut diperiksa sebagai tersangka kasus suap proyek pengadaan alat satelit monitoring di Bakamla. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, jaksa juga menolak permintaan suami aktris Inneke Koesherawati ini sebagai justice collaborator (JC). Hal tersebut dikarenakan Fahmi dianggap sebagai otak suap terhadap sejumlah pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla) terkait pengadaan satelit monitor.

"Karena menurut pertimbangan tim KPK, termasuk jaksa penuntut umum, pihak yang memberi (suap) adalah Fahmi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Penolakan juga dilakukan KPK lantaran Fahmi tak memiliki unsur-unsur untuk menjadi JC. Yakni mengakui semua perbuatan dan bukan pelaku utama alias otak suap.

"Hal itu tidak didapatkan KPK dari Fahmi Darmawansyah," kata Febri.

Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor sudah memvonis Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Adami dan Hardy merupakan anak buah Fahmi di PT MTI.

Keduanya divonis ringan karena bekerja sama dengan KPK dengan menjadi JC dan mengungkap pelaku lain dalam perkara ini. Keduanya juga mengakui perbuatannya atas perintah Fahmi Darmawansyah.

Dalam amar tuntutan jaksa, Fahmi terbukti memberikan suap kepada empat pejabat di Bakamla, yakni Nofel Hasan senilai SGD 104,5 ribu, Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta, Bambang Udoyo sebesar SGD 105 ribu serta kepada Eko Susilo Hadi sebesar SGD 100 ribu, USD 88.5 ribu dan Euro 10 ribu.

Pemberian uang tersebut agar perusahaan Fahmi memenangi tender proyek pengadaan di lembaga yang dipimpin oleh Arie Soedewo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya