Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Kedua pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Franky Tambun di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).
Advertisement
Majelis hakim juga membacakan unsur yang meringankan hukuman terhadap Adami dan Hardy. Salah satunya karena mereka merupakan justice collaborator yang bekerja sama dengan KPK menguak perkara ini.
"Keduanya juga dinilai sopan, kooperatif, mengakui perbuatan dan menyesal, serta membantu mengungkap pelaku lain yang berperan lebih besar," kata hakim Franky.
Sedangkan yang memberatkan, keduanya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dalam kasus suap Bakamla.
Vonis yang dijatuhkan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Adami dan Hardy masing-masing penjara dua tahun dan didenda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Menyuap Pejabat Bakamla
Majelis hakim menyatakan, Adami dan Hardy yang merupakan anak buah Fahmi Darmawansyah yang juga suami aktris Inneke Koesherawati ini, terlibat secara bersama-sama dan berkelanjutan melakukan suap kepada sejumlah pejabat di Bakamla.
Keduanya menyuap sejumlah pejabat di Bakamla untuk melokoskan tender proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla.
Pejabat Bakamla tersebut yakni Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang menerima suap sebesar SGD 100 ribu, USD 88,5 ribu, dan 10 ribu Euro. Eko juga ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran Bakamla Tahun Anggaran 2016.
Sementara Direktur Data dan Informasi sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Bambang Udoyo disuap SGD 105 ribu. Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan juga diberi uang sebesar SGD 104,5 ribu.
Sedangkan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla Tri Nana Wicaksono mendapat bagian senilai Rp 120 juta.
Hardy dan Adami menyatakan menerima putusan hakim. Sementara jaksa menyatakan akan meminta waktu untuk mempelajari hasil putusan.
Adami dan Hardy dinyatakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.