Potensi Ancaman Meningkat, TNI Diminta Bentuk Pasukan Elite Baru

Satuan elite baru tersebut nantinya bisa di bawah Angkatan Darat (AD) yang dipimpin perwira tinggi berpangkat letnan jenderal.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 17 Jul 2017, 07:46 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 07:46 WIB
Kemampuan 15.108 Personel Diuji dalam Latihan Gabungan TNI 2014
Latgab TNI 2014 ini bertemakan 'Komando gabungan TNI melaksanakan kampanye militer di wilayah mandala perang dalam rangka OMP guna menjaga kedaulatan NKRI'. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institut Lembang Sembilan (IL9) Rafsel Ali meminta TNI untuk membuat satuan elite baru. Langkah ini perlu dilakukan mengingat potensi ancaman kedaulatan bangsa dari dalam dan luar negeri.

"Kesatuan yang ada sekarang dianggap belum memadai untuk mengatasi semua gangguan semaksimal mungkin. Butuh sekumpulan tentara elite yang benar-benar fokus mengatasi ancaman di level tertinggi," ujar Rafsel melalui keterangan tertulis, Senin (17/7/2017).

Menurut Rapsel, satuan elite baru tersebut nantinya bisa di bawah Angkatan Darat (AD) yang dipimpin perwira tinggi berpangkat letnan jenderal. Posisinya sejajar dengan Pangkonstrad.

Kesatuan ini membawahi pasukan-pasukan elite yang selama ini dimiliki AD seperti Kopassus atau Raider. Tidak berbaur dengan kesatuan pendukung lainnya.

"Jadi tidak lagi bertumpu ke Pangkostrad. Bisa lebih fokus menempa kemampuan untuk menjadi tentara elite yang disegani dunia," tutur Rapsel.

Bukan hanya di AD. Rapsel menilai TNI juga sudah saatnya punya kesatuan elite yang membawahi tiga matra; darat, udara, dan laut.

Satuan ini nantinya dipimpin oleh seorang letnan jenderal yang langsung dibawahi oleh Panglima TNI. "Tongkat komando tertinggi akan dijabat bergiliran oleh ketiga matra," sebut Rapsel.

Dua Ancaman

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengingatkan dua hal yang harus diwaspadai oleh warga Indonesia. Hal ini penting untuk keberlangsungan bangsa. Kedua persoalan tersebut adalah teroris dan narkoba.

"Dua-duanya (teroris dan narkoba) ini sangat berbahaya," ujar Gatot dalam acara Silaturahmi Dewan Pers dengan Masyarakat Pers di Aryaduta Hotel Jakarta, Jumat 14 Juli 2017.

Menurut dia, dampak dari keduanya bisa berlangsung lama. Ia menyebut peredaran narkoba di Indonesia itu sangatlah masif. Bayangkan, lanjut dia, dari Tiongkok masuk ke Indonesia 250 ton sabu.

"Satu ton sabu dikonsumsi untuk lima juta orang. Dan paling besar disita oleh polisi dan BNN tahun 2015; 4,5 ton per tahun. Jadi kalau 250 ton itu kali kan saja, 1 miliar, 250 orang belum seperlimanya," ucap Panglima TNI.

Tak hanya itu, narkoba bahkan sudah sampai ke daerah terluar di Indonesia dan mulai dipakai oleh anak-anak hingga dewasa.

Sama halnya dengan narkoba, butuh waktu untuk sembuh dari trauma terorisme. Dia menyebut korban bom di Indonesia mencapai 1.500 korban.

Salah satu teroris yang harus diwaspadai adalah ISIS. Terlebih, ada basis simpatisannya di Filipina.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya