Mendagri Sebut Gugatan UU Pemilu ke MK Sebagai Lelucon

Mendagri Tjahjo Kumolo menilai, gugatan Undang-Undang Pemilu ke MK sebagai tindakan aneh.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 03 Agu 2017, 13:36 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 13:36 WIB
20170213- Menkumham dan Mendagri Bahas RUU Pemilu Bareng Pansus di Senayan-Johan Tallo
Tjahjo Kumolo memberikan penjelasan saat Rapat dengan Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, Jakarta, Senin (13/2). Rapat tersebut membahas Parlementary treshold dan Presidential treshold. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengomentari ramainya pihak yang menggugat Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi, gugatan itu juga berasal dari partai politik.

Padahal, menurut dia, Undang-Undang Pemilu adalah produk yang dikeluarkan bersama antara pemerintah dan kader partai politik yang jadi anggota DPR.

"Itulah NKRI. Ini saya kira aneh-aneh saja. Digugat oleh DPR, pimpinan Partai politik, tokoh masyarakat, tokoh nasional yang bilang "pemerintah lah yang membuat undang-undang menyimpang dari konstitusi". Lho ini yang bodoh yang mana sih? Yang lelucon yang mana sih?" ucap Tjahjo di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2017 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2017).

Dia juga menyayangkan maraknya komentar termasuk dari tokoh nasional yang menuduh pemerintah telah membuat undang-undang yang melanggar konstitusi. Padahal, hanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang berhak menentukan sebuah undang-undang melanggar konstitusi atau tidak.

"Yang berhak menentukan sebuah undang-undang melanggar konstitusi, menyimpang UUD itu bukan ketua umum ormas, bukan ketua umum partai politik, bukan presiden, bukan anggota DPR, tapi Mahkamah Konstitusi," ucap Tjahjo.

Tjahjo menyebut, kondisi serupa pernah terjadi pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini sempat digugat sejumlah kepala daerah ke MK. Pasalnya, penggugat menilai, UU No. 23 Tahun 2014 tidak memberikan ruang terbuka bagi pemerintahan daerah dan kabupaten kota dalam mengurus sendiri rumah tangganya.

"Bicara pemerintah, ya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Setelah Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 ini jadi, eh digugat di MK oleh pemerintah daerah," kata Tjahjo.

Dia berharap, polemik UU Pemerintahan Daerah tersebut, tidak terjadi pada undang-undang lain. Seperti revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang hingga saat ini masih berlangsung.

"Sekarang sedang dipersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang hubungan keuangan pusat dan daerah. Ini saya kira dari Kementerian Keuangan juga mempersiapkannya dengan baik," tandas Tjahjo.

Dia mengatakan, RUU HKPD harus bisa menyerap aspirasi daerah. Jika tidak, bisa bernasib sama dengan UU No 23 Tahun 2014 yang berujung gugatan ke MK.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya