Manis Pahit Garam Rakyat

Di Tahun 2016 produksi garam anjlok hingga 96 persen atau hanya mampu memproduksi 118 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 13 Agu 2017, 08:14 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2017, 08:14 WIB

Liputan6.com, Sidoarjo - Pompa kincir angin mulai bekerja mengisi ribuan liter air dengan kandungan mineral garam ke puluhan petak tambak-tambak garam. Sudah hampir satu tahun tambak garam di Sidoarj, Jawa Timur tak bergeliat seperti saat ini dan cenderung mati suri.

La Nina, fenomena perubahan iklim membuat petani garam tradisional harus merasakan gagal panen di tahun 2016. Kini  semuanya berakhir. Cuaca yang kembali normal membawa harapan besar bagi petani garam lokal.

Syafiudin adalah satu dari ribuan mantong sebutan petani penggarap garam. Bagi Syafiudin bergelut dengan garam sudah dilakoni hampir separuh dari hidupnya dan tahun ini merupakan musim kebangkitan awal panen raya para petani garam lokal.

Di Tahun 2016 produksi garam anjlok hingga 96 persen atau hanya mampu memproduksi 118 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya yang bisa tembus diangka 2, 9 juta ton.

Walau terjadi kelangkaan stok garam akibat gagal panen di tahun lalu, justru ini yang membuat para petani garam naik derajat. Umur masa panen pun dipangkas yang biasanya 12 hari menjadi hanya 5-6 hari. Mengejar banyaknya permintaan pasar dan memanfaatkan momentum harga yang cenderung tinggi.

Haji Azis, merupakan satu dari sekian banyak pengepul garam rakyat yang paham betul pahit manisnya bisnis garam. Puluhan tahun berbisnis garam baru kali ini dirinya diatas angin.

Jumini, satu dari sekian banyak pengusaha pengolahan ikan asin kelabakan akibat kelangkaan garam yang terjadi. Pembatasan stok garam dan harga yang tinggi per karungnya membuat produksi ikan asin miliknya turun hingga 50 persen.

Simalakama, mungkin ini gambaran yang terjadi pada fase kebangkitan produksi garam rakyat saat ini. Satu sisi kelangkaan garam mencekik sektor usaha yang menggunakan garam namun di sisi lain petani diuntungkan dengan fenomena ini.

Data dari Kementerian Perindustrian Tahun 2015 penggunaan garam di Indonesia, 46 persen didominasi untuk keperluan industri kimia.18 persen untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga serta sisanya untuk kebutuhan industri aneka pangan dan pengasinan.

Kebutuhan garam skala nasional memang terbilang cukup besar jika dilihat dari data ini. Angkanya cenderung tidak berimbang antara kebutuhan garam per tahunnya dengan jumlah produksi yang dihasilkan.

Impor garam jadi salah satu langkah yang dianggap tepat mencukupi kebutuhan garam secara nasional. Walau dirasa kurang bijaksana di tengah musim panen yang sedang berlangsung.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya