Makna Kurban di Mata Wali Kota Bogor dan Pakar Ekonomi Syariah

Wali Kota Bima Arya Sugiarto melaksanakan salat Idul Adha bersama unsur Muspida di Masjid Raya Bogor.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Sep 2017, 14:04 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2017, 14:04 WIB
Idul Adha
Ilustrasi

Liputan6.com, Bogor - Salat Idul Adha 1438 Hijriah di Kota Bogor dipusatkan di Masjid Al Mi'raj atau Masjid Raya Bogor. Di tempat ini hadir Wali Kota Bima Arya Sugiarto beserta unsur Muspida lainnya.

Bertindak sebagai imam salat Idul Adha Ustaz Mubarok, lalu ada qori tingkat internasional, dan Khotib Ustaz Irfan Syauqi Beik yang juga pakar ekonomi syariah.

Dalam sambutannya, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, Idul Adha merupakan momentum merawat keimanan kepada Allah SWT dan mempererat hubungan antarsesama manusia.

"Sejatinya persoalan di bumi ini bermuara pada dua dimensi, yakni dimensi vertikal dan dimensi horizontal," kata Bima di Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/9/2017)

Bima menjelaskan, dimensi vertikal yakni keimanan, hubungan antara pribadi manusia kepada sang Khalik, Allah SWT. Sedangkan, dimensi horizontal yakni hubungan manusia dengan sesama atau hablul minannas.

Kerena itu, menurut Bima, momentum Idul Adha untuk memperbaiki kedua dimensi tersebut. Sebagaimana dicontohkan pengorbanan Nabi Ismail dan Siti Hajar.

"Nabi Ismail dan Siti Hajar mengajarkan kepada kita untuk tidak mementingkan urusan dunia, tapi bagaimana keimanan kepada Allah SWT," kata dia seperti dilansir Antara.

Sejatinya, kata Bima, apa yang dihadapi Nabi Ismail dan Siti Hajar juga dihadapi manusia generasi sekarang. Seperti halnya persoalan di Kota Bogor, karena terlalu banyak yang cinta urusan dunia, sehingga melupakan kecintaan kepada Allah SWT.

"Terlalu mengejar urusan dunia, mengejar jabatan dan kekuasaan, kita lupa keimanan kepada Allah SWT yang mengajarkan kita untuk berkasih sayang kepada sesama," kata dia.

Di momentum Idul Adha ini, Bima mengingatkan, persoalan Kota Bogor melupakan dimensi kedua yakni untuk mengasihi kepada sesama, bukan saling melukai satu sama lain.

"Hendaknya kalau kita saling menyayangi, tidak menyakiti sesama, sabar, bukankah Allah bersama orang-orang yang sabar?" kata dia.

Di akhir sambutannya, Bima berharap Idul Adha tahun ini menjadi momentum bagi seluruh warga Kota Bogor untuk menguatkan keimanan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada sesama.

Bima juga mengajak seluruh warga yang melaksanakan salat Idul Adha, untuk mendoakan para jemaah haji yang sedang melaksanakan haji di Tanah Suci.

"Kita doakan jemaah haji, sehat di sana dan Kota Bogor diberi keberkahan, mari kita jaga kesehatan merawat silaturami, karena kita semua bersaudara. Selamat berkumpul dengan keluarga," Bima mengakhiri.

Peningkatan Kesejahteraan

Sementara, selaku khotib, Ustaz Irfan Syauqi Beik mengatakan, ibadah haji dan kurban bagi umat muslim, pada dasarnya berimplikasi luas, baik terhadap upaya peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan, maupun sosial ekonomi kemasyarakatan.

"Diharapkan pelaksanaan ibadah tersebut bisa memberikan efek positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Beik.

Beik mengatakan, saat ini Indonesia berhadapan dengan persoalan ekonomi yang sangat berat. Misalnya masalah utang yang menumpuk dan kesenjangan ekonomi.

Menurut Khotib, semua ini membutuhkan upaya penanganan lebih baik, dengan melibatkan semua potensi domestik. Sehingga bangsa Indonesia bisa bangkit menjadi bangsa kuat, tangguh, sejahtera, dan memiliki peran yang semakin berpengaruh di dunia internasional.

"Idul Adha adalah momentum yang tepat untuk mendorong penguatan perekonomian umat dan bangsa, melalui potensi haji dan kurban," kata dia.

Beik mengatakan, di antara potensi yang terkait haji yang perlu dioptimalkan adalah potensi keuangan haji.

Saat ini, kata Beik, dana tunggu haji telah mencapai angka hampir Rp 100 triliun, yang jika dikelola dengan baik maka berpotensi meningkatkan perekonomian.

"Sama seperti Malaysia, telah mengembangkan Lembaga Tabung Haji sebagai salah satu institusi bisnis syariah terbesar di dunia dengan total aset Rp 200 triliun," kata dia.

Hendaknya, kata dia, Indonesia mampu seperti Malaysia. Mengingat jumlah jemaah haji Malaysia hanya sepersepuluh dari jemaah haji Indonesia, yaitu sekitar 20 ribu orang per tahun.

Dengan logika matematika sederhana, Beik mengatakan, mestinya dengan dana tunggu haji Indonesia saat ini, akan menciptakan total aset kelolaan 10 kali lipat lebih besar dibandingkan Malaysia, jika dikelola dengan baik.

Namun, kata dia, untuk mencapai hal itu tidak mudah. Diperlukan kesungguhan dan dukungan regulasi kuat. Apalagi, saat ini ada hambatan psikologis yang dirasakan umat Islam terhadap pola kebijakan dan pendekatan pemerintah yang terkadang kurang bersahabat dengan umat.

Akibatnya, menurut Beik, beberapa waktu lalu muncul polemik yang sangat besar antara umat dan pemerintah, terkait rencana pemanfaatan dana haji untuk infrastruktur.

"Padahal, polemik tersebut sesungguhnya dapat diatasi dengan pola komunikasi yang baik," kata dia.

Umat Muslim dan Pemerintah Bahu-membahu

Beik berharap umat Islam dan pemerintah bisa bahu-membahu dalam mengoptimalkan pemanfaatan dana haji bagi kesejahteraan dan kemajuan ekonomi masyarakat.

Selain haji, Beik melanjutkan, optimalisasi ibadah kurban juga memiliki peran yang sangat sentral dan strategis.

Secara ruhiyah, kata dia, semangat berkurban mencerminkan ketundukan dan keridaan terhadap segala kententuan Allah SWT.

"Diharapkan dampak dari ibadah kurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen, dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi," tandas Beik.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya