Liputan6.com, Jakarta - Mantan narapidana kasus bom Makassar, Muhtar Daeng Lau ikut bersama Polda Sulawesi Selatan menangkal paham radikal di wilayahnya.
Muhtar berhasil memetik banyak hikmah dari peristiwa yang membuatnya mendekam di penjara itu.
"Alhamdulillah, sejak ditangkap 2003, kemudian dipenjara kurang lebih 7 tahun, kemudian di dalam penjara membuat majelis taklim namanya Hikmatul Musibah. Lalu setelah keluar, masyarakat bisa menerima dengan baik," ujar Muhtar mulai bercerita di sela-sela diskusi kontraradikalisasi di Mapolresta Makassar, Senin, 23 Oktober 2017.
Advertisement
Menurut Muhtar, radikalisme mudah menjangkiti masyarakat lantaran tidak adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat. Selain itu juga dilatarbelakangi penanganan yang salah.
"Artinya komunikasinya harus bagus. Dengan demikian, apabila ini terjadi hubungan yang baik maka insya Allah bisa dengan mudah diantisipasi tindakan radikalisme," tutur dia.
Aktivis keagamaan yang terseret kasus bom pada akhir 2002 ini mengatakan, dia telah menyiapkan berbagai upaya untuk menangkal paham radikal. Salah satunya dengan mendirikan Forum Umat Islam Bersatu (FUIB).
FUIB didirikan untuk mengayomi ormas-ormas keagamaan di bawahnya. Tujuannya untuk menjaga keutuhan NKRI dari segala ancaman, terutama paham radikal.
"FUIB ini adalah kanalisasi semua paham aliran mulai dari yang paling lembek sampai yang paling keras. Alhamdulillah FUIB ini akan selalu bersama Pak Pangdam dan Pak Kapolda," kata Muhtar.
Muhtar mengungkapkan alasannya terlibat dalam kegiatan-kegiatan kontraradikalisasi bersama Polri. Hal ini tak lepas dari kecintaannya terhadap NKRI, di mana banyak ulama zaman dulu yang terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan.
"Karena kita semua tahu bahwa sesungguhnya NKRI ini adalah milik semua orang yang ada di Indonesia, dan khususnya orang Islam. Karena ini founding fathernya adalah para ulama, sehingga saya pun terpanggil untuk ikut menjaganya," ucap dia.
Bantah Terlibat Terorisme
Muhtar sempat membela diri bahwa ia sesungguhnya tidak terlibat dalam kasus pengeboman restoran cepat saji itu pada 5 Desember 2002.
Saat itu ia divonis bersalah karena terbukti membantu dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
"Jadi waktu itu saya diseret-seret saja. Karena dianggap aktivis garis keras. Tapi bukan pelaku bom. Karena ada pelakunya," kata dia.
Pelaku bom McDonald's Makassar kala itu berjumlah lima orang. Mereka berasal dari kelompok Sulawesi Tengah. Namun dalam kasus itu, polisi turut menangkap setidaknya 30 orang aktivis keagamaan, termasuk dirinya.
"Tapi semua sudah berlalu. Kita mau yang lebih baik untuk ke depan," tandas Muhtar.
Advertisement