Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi berulang kali menekankan larangan bagi sekolah mengadakan kegiatan study tour. Meski begitu, masih ada sejumlah sekolah yang tetap melaksanakan, dengan bermacam-macam dalih.
Seperti yang diadukan oleh seorang ibu kepada Dedi Mulyadi, saat berkunjung ke salah satu daerah di Kabupaten Bekasi, Kamis, 24 April 2025. Aduan tersebut diposting oleh Sang Gubernur di akun Instagram pribadi @dedimulyadi71.
Advertisement
Baca Juga
Ibu yang tak diketahui namanya itu mengadukan sekolah sang anak, SMK Karya Pembaharuan yang akan melaksanakan study tour ke Bali, pada Juni 2025. Estimasi biaya kegiatan tersebut, dikabarkan mencapai Rp 5-6 juta.
Advertisement
Menurut pengakuan sang ibu, biaya study tour dibebankan kepada para orangtua, dengan cara membayar iuran setiap bulannya sebesar Rp 150 ribu selama tiga tahun, sejak awal masuk kelas sepuluh.
"Jadi sama SPP-nya Rp 300.000. Terus kami diwajibkan membayar pembayaran akhir tahun dan lain-lainnya," ujar ibu tersebut kepada Dedi.
Saat ditanya keseluruhan biaya study tour, sang ibu menjawab sekitar Rp 5-6 juta. Hal ini diakui sangat membebani. Dedi yang mendengar keluhan sang ibu, lantas meminta pihak SMK Karya Pembaharuan untuk menghentikan kegiatan study tour.
"Untuk SMK Karya Pembaharuan Bekasi tolong hentikan kegiatan rencana ke Bali. Kewenangan dari izin yayasan tersebut ada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat," tegasnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu mengaku tak akan segan-segan mengambil tindakan nyata bagi sekolah bersangkutan apabila masih memaksakan kegiatan study tour.
"Hari ini juga, saya akan meminta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk telepon kepala sekolahnya, untuk menghentikan kegiatan," tegas Dedi.
Jawaban Pihak Sekolah
Kepala SMK Karya Pembaharuan, Ahmad Tetuko Taqiyudin, membantah tuduhan tersebut, saat memenuhi panggilan dari Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Jawa Barat, pada Jumat, 25 April 2025.
Tetuko berdalih, kegiatan yang rencananya diadakan Juni 2025 mendatang merupakan acara perpisahan, bukan study tour. Iuran bulanan kegiatan ini diakui sudah melalui kesepakatan bersama antara pihak sekolah dan orangtua siswa.
Ia juga membantah besaran biaya yang dikenakan untuk kegiatan perpisahan tersebut. Menurutnya, iuran dana yang disepakati sejak awal kelas sepuluh, adalah sebesar Rp 100 ribu per bulan yang akan dibayarkan selama tiga tahun.
"Jadi totalnya adalah Rp 3,6 juta, bukan Rp 6 juta seperti yang dikabarkan," ucap Tetuko.
Ia menjelaskan, iuran bulanan yang dibayarkan orangtua sebesar Rp 300 ribu per bulan, mencakup tiga hal. Di antaranya SPP Rp 150 ribu, tabungan kegiatan perpisahan Rp 100 ribu, serta kebutuhan ujian dan ijazah Rp 50 ribu.
“Semua rincian pembayaran tersebut sudah disampaikan dan disetujui oleh wali murid saat proses penerimaan siswa baru. Tidak ada yang disembunyikan," tandasnya.
Advertisement
Kegiatan Dibatalkan dan Uang Dikembalikan
Usai viral dan mendapat teguran dari Dedi Mulyadi, pihak SMK Karya Pembaharuan akhirnya memilih membatalkan kegiatan perpisahan tersebut dengan alasan mematuhi aturan berlaku.
"Kita sekolahan coba kooperatif dan mengikuti apa yang menjadi aturan. Artinya meniadakan," ungkap Tetuko.
Ia berujar, seluruh dana yang berhasil dikumpulkan dari siswa yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 500 juta, akan dikembalikan kepada para wali murid. Meski demikian, sebagian dari dana tersebut telah lebih dulu digunakan untuk keperluan operasional kegiatan, seperti pembayaran pesanan kamar, bus, seragam, dan konsumsi.
"Dana yang telah digunakan mencapai ratusan juta rupiah. Kami akan melakukan proses pengembalian secara transparan dan bertanggung jawab," tandas Tetuko.
