Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim DVI RS Polri Kombes Pramujoko merilis data terbaru terkait identifikasi korban ledakan pabrik kembang api di Tangerang.
Ia mengatakan, dari 47 kantong jenazah yang diterima RS Polri, 30 jenazah berjenis kelamin perempuan dan 14 laki-laki. Tiga kantong lainnya hanya berisi potongan tubuh korban.
"Body part itu sepihan-serpihan. Ada sedikit daging, ada sedikit tulang," terang Pramujoko dalam konferensi pers di RS Polri, Senin (30/10/2017).
Advertisement
Enam korban tewas lagi dari ledakan pabrik kembang api di Tangerang berhasil diidentifikasi. Saat ini, tim DVI RS Polri masih berusaha mengidentifikasi jenazah tersisa.
Polisi menunggu data tambahan dari keluarga korban. Data itu akan dicocokan dengan jenazah yang ada, melalui DNA, gigi, medis maupun properti korban seperti baju dan aksesoris.
"Kita sudah periksa semua. Tinggal nunggu data antemortem dari keluarga. Pasti ketemu," kata Pramujoko. (Andri Setiawan)
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Â
Menaker Temukan Pelanggaran
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dakhiri mengunjungi lokasi kebakaran pabrik kembang api PT Panca Buana Cahaya Sukses di Desa Cengklong, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Minggu 29 Oktober 2017.
Hanif mengaku terkejut. Ia menilai, pabrik tersebut tidak layak untuk mempekerjakan karyawan dan disebut pabrik.
"Temuan sementara saya melihat ini tidak mirip seperti pabrik, tapi seperti gudang. Jadi kita lihat dari segi sarana prasarananya sangat belum memadai, seperti jalur evakuasi," ujar dia.
Tak hanya sarana dan prasarana pabrik yang tak memenuhi standar, Hanif juga menemukan tak ada standar operasional sesuai prosedur. Ini membuat seluruh kegiatan bercampur menjadi satu dalam gudang tersebut. Padahal, produksi barang yang mengandung bahan berbahaya memiliki standar tersendiri.
"Menyimpan, mengolah produksi barang-barang berbahaya tentu ada SOP yang harus mengutamakan sisi keselamatan kerja yang lebih tinggi, dengan kondisi resiko yang tinggi," tutur dia.
Jelas berbeda dengan pabrik pabrik yang lainnya yang tidak masuk dalam kategori berbahaya. "Sehingga standar K3 kurang," ujar Hanif.
Advertisement