UI dan Kemendikti Saintek Tidak Mentolerir Aksi Dokter Cabul yang Rekam Mahasiswi Mandi

MAES yang merupakan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia ditangkap usai merekam mahasiswi mandi pada Kamis (17/4/2025).

oleh Dicky Agung Prihanto Diperbarui 23 Apr 2025, 14:10 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2025, 14:10 WIB
Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi usai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer- Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025  di Kampus UI, Depok.
Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah dan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi, usai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer- Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025 di Kampus UI, Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Universitas Indonesia mengambil tindakan tegas terhadap mantan mahasiswanya berinisial MAES usai melakukan pelecehan seksual dengan merekam seorang mahasiswi yang sedang mandi.

MAES yang merupakan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ditangkap usai merekam mahasiswi mandi pada Kamis (17/4/2025).

Rektor Universitas Indonesia, Heri Hermansyah membenarkan MAES telah mengundurkan diri dari Universitas Indonesia.

"Universitas Indonesia melakukan tindakan cepat, harus Senin sudah mengundurkan diri mahasiswanya. Jadi sudah tidak menjadi siswa PPDS lagi. Senin kemarin sudah kita lakukan tindakan. Ya, kita berhentikan," ujar Heri usai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer - Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025 di Kampus UI, Depok, Rabu (23/4/2025).

Heri menjelaskan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UI telah terbentuk kembali setelah sebelumnya anggota PPKS UI banyak yang mengundurkan diri. Setelah dibentuk kembali, satgas tersebut telah bertugas dengan anggota baru.

"Dua hari setelah saya jadi rekor, pansel PPKS UI bertemu dengan rektor dan seminggu kemudian Satgas PPKS yang baru sudah di-SK-kan oleh rektor Universitas Indonesia," jelas Heri.

Heri menekankan, UI akan mendukung kinerja Satgas PPKS UI untuk kembali bertugas dengan susunan anggota baru yang telah diseleksi Pansel PPKS UI.

Disinggung soal keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyebut banyak dokter residen praktik tidak didampingi konsulen, Heri mengungkapkan PPDS di UI nanti akan diselenggarakan di fakultas.

"Mengenai proses pendidikan untuk PPDS ini, nanti kita diselenggarakan di fakultas. Jadi kita ini terkait dengan otonomi, kita berikan ke fakultas juga, kan program ini mengatur sepenuhnya bagaimana mereka menyelenggarakan PPDS ini," terang Heri.

Heri mengakui, program PPDS UI banyak dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Di level universitas, pihaknya memberikan dukungan regulasi supaya prosesnya berjalan dengan lancar.

"Iya, lebih banyak di RSCM sih. Kita di level universitas memberikan dukungan regulasi supaya prosesnya berjalan dengan lancar. RSUI saat ini masih lebih banyak di RSCM," ucap Heri.

Baca juga Motif Dokter Cabul Rekam Mahasiswi Mandi

Evaluasi Program PPDS

Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah dan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi, usai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer- Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025 di Kampus UI, Depok.
Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah dan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi, usai meninjau pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer- Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) 2025 di Kampus UI, Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)... Selengkapnya

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikti Saintek, Khairul Munadi, menegaskan tidak mentolerir perbuatan seperti yang dilakukan dokter PPDS UI, MAES. Menurutnya, sudah ada regulasi pencegahan tindakan kekerasan dan sebagainya.

"Ya jadi untuk konteks tindakan-tindakan seperti itu tentu saja kebijakan kita di Dikti Saintek zero tolerance. Jadi Pak Rektor sudah menyampaikan itu, kita tidak mentoleransi. Dan dalam konteks itu sebenarnya sudah ada juga regulasi pencegahan tindakan kekerasan dan sebagainya. Ini nantinya ada semacam unit di semua perguruan tinggi, kita minta itu ada," tutur Khairul.

Khairul menilai, adanya unit di semua perguruan tinggi dapat melakukan pengawasan secara umum. Kemendikti Saintek akan bersinergi dengan Kemenkes guna memastikan program kenaikan spesialis dapat menjadi lebih baik kedepannya.

Disinggung adanya perombakan kurikulum PPDS, Khairul mengatakan, perombakan yang dimaksud bukanlah perombakan total tetapi lebih pada evaluasi menyeluruh terkait dengan penyelenggaraan PPDS.

"Mungkin yang dimaksud bukan perombakan total, tapi kita melakukan evaluasi menyeluruh terkait dengan penyelenggaraan di PPDS ini. Dan beberapa hal yang perlu kita dorong ke depan, salah satunya terkait dengan pengawasan," kata Khairul.

Kemudian, Khairul juga menyebut mengenai mekanisme pembelajaran dan jam belajar.

"Dan ini kita melakukan evaluasi bersama dengan Kemenkes, sehingga nanti penyelenggaraan PPDS, baik di perguruan tinggi maupun rumah sakit itu bisa kita pastikan berlangsung lebih baik," kata Khairul.

Kembali disinggung akan sanksi terhadap dokter cabul MAES, Khairul menilai, Kemendikti Saintek sudah memiliki Permendikristek terkait dengan DPKPT pencegahan tindak kekerasan. Tidak hanya seksual, namun secara umum seperti tertuang di Permendikristek 55 tahun 2024, dan implementasinya berjalan sesuai aturan.

"Kita akan implementasikan dengan lebih seksama dan menyeluruh. Untuk itu tadi pertanyaan yang sebenarnya relevan bahwa kita melakukan evaluasi, kemudian dengan perangkat regulasi itu kita pastikan pengawasan dan pelaksanaan permendikristek itu bisa dijalankan dengan baik," ujar Khairul.

Baca juga Dokter Cabul Mengaku Rekam Mahasiswi Mandi untuk Koleksi Pribadi

Cegah Kasus Dokter Cabul Terulang, Menkes Wajibkan Peserta PPDS Tes Psikologis

Dokter gigi PPDS dari Universitas Indonesia (UI) berinisial MAES ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah merekam mahasiswi yang sedang mandi di indekos. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)
Dokter gigi PPDS dari Universitas Indonesia (UI) berinisial MAES ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah merekam mahasiswi yang sedang mandi di indekos. (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)... Selengkapnya

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta agar proses rekrutmen peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dilakukan tes psikologis.

Hal tersebut dinilai sangat penting agar kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS di RSHS Bandung tidak terulang kembali.

"Pada saat rekrutmen dari calon PPDS itu diwajibkan untuk melakukan mengikuti tes psikologis," kata Menkes Budi saat konferensi pers secara daring, Senin (21/4/2025).

"Dengan demikian kita bisa mengetahui kondisi kejiwaan dari bersangkutan untuk bisa melakukan pendidikan dan nantinya akan bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya," sambungnya.

Selain itu, Budi juga meminta agar setiap enam bulan dilakukan pengecekan psikologis guna memonitor kejiwaan para peserta PPDS.

"Kami juga ingin memastikan setiap enam bulan screaning psikologis. Sehingga kondisi kejiawaan para peserta didik bisa kita minitor," ujar Budi.

Adanya pengecekan rutin juga menjadi langkah antisipasi dini jika para peserta PPDS mengalami tekanan saat bekerja.

"Kalau ada hal-hal yang menunjukan ada tekanan yang sangat besar di mental mereka bisa kita indentifikasi dini," kata Budi.

Jam Kerja Harus Disiplin

Selain itu, Menkes juga meminta agar rumah sakit disiplin dalam menerapkan jam kerja bagi para peserta PPDS. "Terkait pelayanan di rumah sakit saya minta agar disipilin jam kerja bagi para peserta dilakukan tanpa kecuali," kata Budi.

Dia mengaku mendapat informasi banyak dokter PPDS dipaksa bekerja di luar jam biasanya. Menurutnya, hal itu sangat berlebihan.

"Banyak yang bilang katanya ini buat latihan mental, tapi menurut saya ini terlalu berlebihan. Aturan-aturan mengenai jam kerja bagi PPDS itu sudah dan seluruh dunia juga standar," jelas Budi.

Budi menekankan agar jam kerja benar-benar diterapkan sesuai aturan untuk dokter PPDS. Sebab, dipaksa bekerja akan menekan psikologis peserta didik.

"Saya meminta bahwa ini benar-benar diketahui. Kalaupun mereka harus bekerja over time, satu hari berikutnya harus libur. Karena beban kerja yang sangat tinggi dilakukan terus-menerus akan menekan psikologis peserta didik," tegas Budi.

"Saya minta mitra rumah sakit Kementerian Kesehatan yang melakukan pendidikan dokter spesialis secara disiplin mematuhi jam kerja dari para peserta didik," tegasnya.

Baca juga Dokter Kandungan Cabul di Garut Jadi Tersangka, Mengaku Sudah 4 Kali Lancarkan Aksi

Infografis Kasus Dokter Predator Pelecehan Seksual.
Infografis Kasus Dokter Predator Pelecehan Seksual. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya