Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merencanakan pembatasan terhadap penggunaan uang tunai dalam bertransaksi. Hal itu guna memperkuat upaya pencegahan penyuapan, korupsi, politik uang atau money politic, pencucian uang dan tindak pidana lainnya yang kian waktu terus membengkak.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya mencatat trend korupsi, penyuapan, dan kejahatan lainnya mengalami kenaikan secara signifikan. Hingga per Januari tahun 2018 ini, PPATK telah menyampaikan 4.155 Hasil Analisis (HA) kepada penyidik.
Baca Juga
1.958 HA di antaranya terindikasi tindak pidana korupsi dan 113 HA terindikasi penyuapan dengan modus menggunakan uang tunai dalam bentuk rupiah, uang tunai dalam bentuk mata uang asing, dan cek perjalanan.
Advertisement
"Pemerintah berencana untuk membatasi transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak pelaku melakukan tindak pidana," tutur Kiagus Ahmad di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).
Menurut Kiagus Ahmad, pelaku tindak pidana memilih untuk menggunakan transaksi tunai untuk mempersulit pelacakan sumber dana. Cara ini bisa memutus penelusuran aliran dana kepada pihak penerima.
"Operasi Tangkap Tangan yang digelar oleh penegak hukum, hampir seluruhnya melibatkan uang tunai dalam kejahatan yang dilakukan," jelas dia.
Berdampak pada Perekonomian
Selain itu, pembatasan transaksi tunai akan mengurangi pilihan masyarakat dan mendorong penyelesaian transaksi melalui perbankan. Kebijakan tersebut, lanjut dia, akan berimplikasi pada beberapa aspek perekonomian.
Ia mencontohkan meningkatnya jumlah dan aliran uang yang masuk ke sistem perbankan.
"Kegiatan ini di satu sisi dapat meningkatkan aktivitas perekonomian serta meningkatkan kecepatan peredaran uang," ujar Kiagus Ahmad.
Lebih lanjut, penghematan pencetakan uang baik kertas maupun logam dapat dilakukan dari pembatasan transaksi tunai tersebut.
"Rata-rata kenaikan pesanan cetak setiap tahunnya sebesar 710 juta bilyet atau keping yakni 20,2 persen, dengan biaya pengadaan rata-rata mengalami kenaikan ratusan miliar per tahunnya," Kiagus Ahmad menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement