Hendropriyono: Polri Melawan Napi Terorisme dengan Nalar Intelijen

Dalam kasus ini anggota Polri telah melawan kekuatan para narapidana teroris dengan nalar intelijen, sehingga tidak ada lagi korban yang jatuh.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mei 2018, 20:06 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2018, 20:06 WIB
Ketua Umum PKPI Hendropriyono
Mantan Kepala BIN Hendropriyono. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakapolri Komjen Syafruddin menegaskan kerusuhan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok telah berakhir setelah berlangsung selama sekitar 36 jam. Operasi penanggulangan berakhir pukul 07.15 WIB.

Atas keberhasilan itu, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono memuji langkah Polri dan Densus 88 yang berhasil mengatasi aksi penyanderaan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

"Sebagai warga negara, saya mengucapkan selamat atas keberhasilan Polri dan Densus 88 yang melumpuhkan kelompok teroris dan meminimalisir korban dalam insiden itu," kata Hendropriyono saat dihubungi, Kamis (10/5/2018).

Dia mengatakan, narapidana terorisme di Mako Brimob merupakan pelanggar HAM berat yang secara moral telah kehilangan hak asasinya. Apalagi dengan kerusuhan yang mereka ciptakan hingga menyebabkan korban jiwa.

"Kejahatan baru yang mereka perbuat di Rutan Mako Brimob ini telah menelanjangi sendiri baju yuridis yang mereka kenakan," tegas Hendropriyono.

Disebutkan dia, dalam kasus ini anggota Polri telah melawan kekuatan para narapidana teroris di Mako Brimob dengan nalar intelijen, sehingga tidak ada lagi korban yang jatuh.

"Ini sudah waktunya seluruh elemen bangsa kita bergerak bersama untuk mengamankan diri sendiri dari virus radikalisme yang subur bagi terorisme dalam segala bentuknya," tegas Hendropriyono.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Membunuh atau Dibunuh

Rusuh Mako Brimob
Puluhan senjata api yang disita dari tahanan teroris di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat (istimewa)

Guna mencegah terulangnya kejadian ini, dia meminta kepada seluruh masyarakat membantu menolak kehadiran setiap sosok radikal, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal kembali ke kampungnya masing-masing.

"Saya ingatkan lagi bahwa dalam suasana kedaruratan seperti ini, tidak ada aturan apa pun yang punya daya rekat. Yang dapat kita lakukan adalah menerapkan hukum baru yang otomatis hadir dalam suasana seperti itu. Pada konteks kedaruratan, pilihannya to kill or to be killed. Membunuh atau dibunuh. Itulah konteks hukum kedaruratan," pungkas Hendro.

Reporter: Ronald

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya