Pemerintah Kejar Pembangunan Bendungan di NTB

Demi mewujudkan Nawa Cita Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan 65 bendungan

oleh Reza pada 31 Mei 2018, 06:40 WIB
Diperbarui 02 Jun 2018, 06:13 WIB
Ni Made Sumiarsih
Ni Made Sumiarsih usai memberikan sambutan dalam acara ‘Seminar Bendungan Besar 2018’ di Mataram, NTB, Sabtu (26/5/2018).

Liputan6.com, Jakarta Demi mewujudkan Nawa Cita Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan pembangunan 65 bendungan yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan dan 49 bendungan baru. Dengan begitu, mencapai ketahanan pangan dan air nasional.

Kepala Pusat Bendungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Ni Made Sumiarsih mengatakan untuk dikawasan Nusa Tenggara Barat (NTB) akan dilaksanakan pada 2 bendungan, yaitu bendungan Beringin sila dan Meninting.

“Untuk Beringin Sila akan dilaksanakan pada bulan Juli tahun ini dan untuk bendungan Meninting akan dilaksanakan pada akhir tahun,” ujar  Ni Made Sumiarsih usai memberikan sambutan dalam acara ‘Seminar Bendungan Besar 2018’ di Mataram, NTB, Sabtu (26/5/2018).

Kedua bendungan tersebut mempunyai daya tampungnya masing - masing. Untuk Beringin Sila, mempunyai daya tamping 46 juta meter kubik dan mampu menyuplai irigasi sampai 3500 hektar dan  bendungan itu menghabiskan biaya 1,7 triliun.

“Tak seperti bendungan Beringin Sila yang mempunyai daya tampung yang besar, Bendungan Meninting hanya mempunyai daya tamping 9 juta meter kubik,” imbuh Ni Made Sumiarsih.

Mengenai bendungan, Ni Made Sumiarsih menceritakan begitu banyak tantangan dalam pembangunan dan pengelolaan bendungan. Sebagai contoh ialah masalah non teknis secara sosial. Hal itu dimaksud dalam pembangunan bendungan ada penolakan dari masyarakat setempat.

“Misalnya yang terjadi pada bendungan Rokan Kiri di Riau. Awalnya kita saat survei tidak ada terjadi penolakan. Namun sampai dilaksanakan masyarakat menolak adanya pembangunan bendungan itu. jadi, kita batalkan. Selain itu semua berjalan baik” ujar Ni Made Sumiarsih.

Selain itu,Ni Made mengatakan untuk kendala teknis umum terjadi, seperti perubahan lokasi dan penambahan survei, investigasi dan rekayasa jika tanah tidak bagus.

“Dari 65 bendunan yang dibangun, tahun ini ada 9 yang sudah rampung, termasuk bendungan Tanju. Untuk groundbreaking akan ada 10 bendungan sampai akhir tahun ini dari 65 bendungan tersebut,” imbuh Ni Made Sumiarsih.

Mengenai seminar bendungan besar 2018, ia berharap aka nada inovasi terbaru yang bisa digunakan dalam permasalahan bendungan. Maka dari itu, hal itu merupakan tujuan diundangnya para pakar dari Amerika Serikat dan Taiwan.

“Dalam seminar ini saya suka dengan paparan dari Taiwan mengenai sedimentasi. Mungkin bisa dilakukan di Indonesia, tapi perlu adanya penyesuain terlebih dahulu. Pasalnya, dari segi tanah dan iklim Taiwan berbeda dengan Indonesia,” tutur Ni Made Sumiarsih.

Bendungan Batujai

Seminar bendungan besar 2018 dilaksanakan mulai dari 25 – 27 Mei 2018. Dalam rangkaian seminar tersebut, para peserta akan diajak meninjau bendungan Batujai.

Kepala BWS NT I, Asdin Julaidy mengatakan peserta seminar kaan melihat perawatann yang dilakukan pada bendungan Batujai. Bendungan itu dibangun pada tahun 1982 dan perlu adanya perawatan agar bendungan ini bermanfaat bagi masyarakat.

“Bendungan ini berada di tengah-tengah kota. Kalau terjadi dirawat dan terjadi sesuatu, kota Praya NTB bisa tengelam,” tutur Asdin Julaidy.

 

Bendungan Batujai, NTB
Bendungan Batujai, NTB menjadi salah satu rangkaian kunjungan dalam acara ‘Seminar Bendungan Besar 2018’ di Mataram, NTB, Sabtu (26/5/2018).

Dalam pengelolaan, Asdin mengatakan biasanya hal yang terjadi pada bendungan di Batujai ialah masalah pendangkalan akibat endapan lumpur. Tak hanya itu, eceng gondok yang hidup dalam bendungan menjadi masalah juga.

“Dulu dalam perawatan kita masih menggunakan secara manual dalam pengambilan eceng gondok. Namun kini, dengan bantuan steakholder kami mempunyai alat untuk mengambil eceng gondok,” tutur Asdin.

Perlu diketahui, bendungan Batujai mampu menampung daya tahan air sampai 27 juta meter kubik dan mampu menyuplai 3500 hektar sawah. Selain itu, bendungan ini mampu menyuplai ke bendungan lainnya.

Tak hanya itu, besarnya bendungan Batujai dikarenakan koneksi oleh 5 aliran sungai di Mataram.

“Dengan permasalahan yang terjadi pada bendungan mungkin salah satu yang perlu diprioritaskan ialah mengenai sedimentasi. Maka dari itu perlu adanya teknologi yang bisa menangkap sedimen. Untuk saat ini di bendungan Batujai terdapat 10 juta meter kubik sedimen,” ujar Asdin.

Mengenai hal itu, Asdin mengatakan akan ada lahan khusus untuk membuang sedimen yang dihasilkan di bendungan Batujai. Nantinya bisa menjadi pulau buatan dari sedimen tersebut.

“Kita juga mengembangkan teknologi sodetan yang berada di hulu. Salah satunya di aliran sungai Sri Gangge,” tutur Asdin.

 

Kepala BWS NT I, Asdin Julaidy
Kepala BWS NT I, Asdin Julaidy saat mendatangi bendungan Batujai

Selain itu, Asdin mengatakan bahwa bendungan Tanju sudah selesai dan bendungan Nila akan rampung tahun ini.

“Nantinya, bendungan Tanju yang sudah selesai mampu menyuplai 2300 hektar. Dan untuk Nila, masih ada kekurangan 5 meter lagi yang idelanya mencapai 70 meter,” tutur Asdin.

Mengenai bendungan Batujai, Asdin mengatakan perlu adanya komitmen penuh untuk menjaga bendungan tersebut, terkait SDM misalnya. Idealnya satu bendungan bisa jaga atau dipoerasikan 5 orang. Namun, saat ini hanya 1 orang saja.

 

 

(*)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya