Menristekdikti: Pengawasan Radikalisme Tak Renggut Kebebasan Mahasiswa

Dia mencontohkan dulu pernah mempelajari tentang komunis yang kini dilarang di Indonesia. Asal masih dalam ranah akademik tak ada masalah.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Jun 2018, 19:24 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2018, 19:24 WIB
20151228- Refleksi Akhir Tahun Kemenristekdikti Mohamad Nasir -Jakarta
Menristekdikti M Nasir. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, pihaknya fokus pada pencegahan radikalisme di kampus. Pihaknya juga akan mempelajari model-model kegiatan yang rawan disusupi bibit radikalisme.

"Yang paling penting bagaimana memahami munculnya radikalisme dalam kampus dan model-model seperti apa yang bakal terjadi," kata Nasir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (6/6/2018).

Oleh karenanya, Kemenristekdikti akan fokus pada pengawasan kegiatan kampus maupun media sosial. Dalam pengawasan itu pihaknya juga akan memberikan panduan tentang batasan dalam kegiatan di kampus.

"Bukan masalah ngajar dan saya rasa semuanya sama. Ada pengawasan di organisasi, majelis dakwahnya atau media sosialnya. Nanti akan dikasih rambu-rambu apa cara yang akan dilakukan dan saya akan bekerja sama dengan BNPT," ujar Nasir.

Dalam pengawasan ini, dia menegaskan bukan bermaksud merenggut kebebasan mahasiswa. Dia mencontohkan dirinya dulu pernah mempelajari tentang paham komunis yang dilarang di Indonesia. Asal sesuai koridor dan masih dalam ranah akademik tak ada masalah.

"Kami bukan memberantas kebebasan. Kebebasan berjalan terus. Acara acara yang lain apakah boleh, ya silakan. Contoh kemarin ada salah satu mahasiswa dalam media mengatakan apakah tidak boleh mempelajari yang di luar itu," tutur Nasir.

"Komunis silakan kalau itu dalam kajian akademik, tapi negara telah memilih sesuai konvensi yaitu Pancasila sebagai ideologi negara, ini yang penting," imbuh dia.

Bahkan, Menristekdikti mengakui dulu dia juga mempelajari paham-paham yang terlarang dalam konteks keilmuan, namun bukan untuk dipraktikkan.

"Saya dulu juga belajar Marxist dan teori komunis saya juga belajar, teori sosialis saya juga belajar, tapi apakah saya jadi komunis? Kan enggak. Ini akan kembali kepada aturan itu," imbuh Nasir.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya