Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan kesimpulan pemohon. Dalam sidang, dia menyerahkan surat pernyataan tentang kondisi kesehatannya kepada majelis hakim yang dipimpin Sumpeno.
Siti menyerahkan surat pernyataan catatan kesehatan setelah hakim membacakan kesimpulan pemohon.
Hakim Sumpeno pun membacakan sekilas beberapa penyakit yang diderita Siti Fadilah dalam surat tersebut, yaitu hipertensi, tulang belakang, dan daya tahan tubuh yang menurun.
Advertisement
Ditemui usai sidang, Siti Fadilah menolak membeberkan apa saja penyakit yang dideritanya. "Itu tentang kondisi-kondisi saya, kondisi tulang saya misalkan, kondisi-kondisi kesehatan saya. Enggak boleh disebutkan (penyakitnya), itu rahasia dokter," kata dia.
Melalui surat pernyataan itu, Siti mengatakan tak meminta keringanan hukuman secara langsung atas kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan tahun 2005 yang membelitnya. Tapi dia berharap itu bisa menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara PK yang dimohonkan.
"Cuma satu harapan saya pertama, Mahkamah Agung masih merupakan lembaga yang bisa diharapkan bagi rakyat. Itu saja harapan saya," jelasnya.
Kuasa Hukum Siti Fadilah Supari, Achmad Cholidi menyampaikan, surat pernyataan catatan penyakit yang diserahkan kepada majelis hakim berkaitan dengan penyakti bawaan dan penyakit yang timbul saat kliennya berada di Lapas.
"Sakit yang diderita baik penyakit bawaan maupun penyakit yang timbul saat ibu ditahan. Itu banyak sekali ada beberapa poin. Ada enam atau tujuh penyakit yang memang saat ini tiap seminggu sekali, pemohon PK harus berobat ke rumah sakit," kata Cholidi.
Pembacaan Kesimpulan
Dalam kesimpulan pemohon yang dibacakan hakim, Siti mengajukan enam permohonan kepada MA yaitu menyatakan Siti Fadilah Supari tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan, melepaskan pemohon PK dari segala tuntutan hukum, dan mengembalikan barang bukti yang disita kepada yang berhak.
Selain itu, mengembalikan uang pengganti yang telah dibayarkan kepada negara sebesar Rp 1,9 miliar, rehabilitasi nama baik pemohon, dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Cholidi mengatakan, kesimpulan yang dibacakan hakim itu berdasarkan keterangan saksi-saksi yaitu saksi fakta dan ahli.
"Kemudian kita rangkum dan simpulkan, kita jadikan satu kesimpulan normatif hukum, yang di situ intinya adalah pemohon PK untuk bisa dilepaskan dari segala tuntutan hukum," jelasnya.
Dia juga mengatakan, terkait pembayaran kerugian negara, seharusnya dibayar tiga bulan sebelum akhir masa hukuman. Tapi kliennya telah membayar lunas sebelum sidang selesai.
"Membayar kerugian negara itu biasanya orang tiga bulan sebelum akhir masa hukuman itu baru dibayarkan. Tapi ibu saat sebelum sidang selesai pun sudah membayarkan kemudian setelah vonis sidang tingkat PN sebulan setelah itu dibayarkan Rp 1,9 miliar," pungkasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement