Sidang PK Suryadharma Ali, JK Sebut Penggunaan Dana Operasional Fleksibel

JK menyampaikan pada prinsipnya penggunaan dana operasional menteri bersifat fleksibel dan diskresi menteri.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2018, 12:42 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2018, 12:42 WIB
Wapres Jusuf Kalla
Wakil Presiden, Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK hadir sebagai saksi dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali di PN Jakarta Pusat. Dalam sidang itu, JK bersaksi terkait aturan penggunaan dana operasional menteri.

JK menyampaikan pada prinsipnya penggunaan dana operasional menteri bersifat fleksibel dan diskresi menteri. Penggunaannya tergantung dari kebijakan menteri apakah digunakan untuk keperluan dinas atau pribadi.

"Karena itu prinisp lumpsum dan diskresi, tidak perlu lagi lumpsum itu bulat-bulat diambil tiap bulan memberikan langkah biaya operasional kepada menteri untuk tugas-tugasnya," jelas JK, Rabu (11/7/2018).

Jaksa menanyakan apakah dana operasional menteri bisa untuk bayar tiket anak menteri termasuk pengobatan anggota keluarganya. JK mengatakan dana operasional prinsipnya membantu menteri karena sekian tahun saat SDA menjabat menteri, gaji menteri tidak naik. Karena itu diberikan keleluasaan bagi menteri untuk menggunakan dana operasional termasuk kebutuhan rumah tangga.

JK menyampaikan sampai saat ini gaji menteri dan pejabat sederajat sebesar Rp 19 juta. Dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya pemerintah memberikan tunjangan atau dana operasional menteri sebanyak Rp 122 juta per bulan.

Ini diatur sejak 2006 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 PMK 6 Tahun 2006 yang kemudian diperbaiki melalui Nomor 5 PMK 268 tahun 2014. PMK terbaru ini memberikan keleluasan lebih banyak kepada menteri untuk mempergunakan dana operasional menteri.

 

Dana Operasional 80%

JK
Wapres Jusuf Kalla. (Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin)

Lebih jauh JK menerangkan dana operasional dalam PMK ialah 80 persen merupakan lumpsum yang diberikan secara bulat kepada menteri dan 20 persen merupakan dana yang sifatnya lebih fleksibel di mana penggunaannya tergantung menteri. Ini berbeda dengan Nomor 3 PMK 6 Tahun 2006.

"Ini berbeda dengan keputusan lama yang harus dipertanggungjawabkan. Sekarang tidak perlu dipertanggungjawabkan yang 80 persen, yang 20 persen tetap tentu membutuhkan pertanggungjawaban," jelasnya.

Pertanggungjawaban penggunaan lumpsum 80 persen hanya perlu dengan kwitansi dan tak perlu bukti atau laporan mendetail. Sementara penggunaan dana operasional 20 persen harus disertai laporan detail.

JK mengatakan PMK juga tidak bertentangan dengan UU Keuangan karena PMK dibuat langsung oleh Menteri Keuangan. "Kebijakan menteri itu sah-sah saja, tapi jangan dilupakan bahwa kegiatan sehari-hari menteri itu juga berkaitan (dengan tugas)," jelas JK.

Suryadharma Ali sebelumnya mengajukan PK atas kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013 yang menjeratnya. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat masa hukumannya menjadi 10 tahun penjara disertai pencabutan segala hak politik yang bersangkutan selama 5 tahun selesai menjalani masa hukuman.

Sebelumnya pada tingkat pertama Suryadharma dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Ia terbukti melakukan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan tayangan video menarik berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya