Indonesia Masuk Daftar 15 dengan Defisit Perdagangan Tertinggi AS

Presiden Donald Trump pernah mengguncang dunia perdagangan global dengan menerapkan tarif impor tinggi terhadap puluhan negara mitra dagang Amerika Serikat.

oleh Tira Santia Diperbarui 06 Apr 2025, 18:00 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2025, 18:00 WIB
FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Presiden Donald Trump pernah mengguncang dunia perdagangan global dengan menerapkan tarif impor tinggi terhadap puluhan negara mitra dagang Amerika Serikat.

Kebijakan ini diklaim sebagai langkah “resiprokal” yakni untuk menyamakan tarif yang negara lain kenakan terhadap AS. Namun, di balik slogan yang terdengar lugas itu, tersembunyi perhitungan rumit yang jauh dari sekadar angka tarif impor.

Dikutip dari CNN Business, Minggu (6/4/2025), Trump menargetkan negara-negara dengan defisit perdagangan besar terhadap AS. Artinya, negara-negara yang lebih banyak mengekspor barang ke Amerika dibandingkan mengimpornya.

Tetapi cara menghitung “tarif” ini pun menuai kritik karena menggunakan rumus yang sangat sederhana, yakni defisit perdagangan dibagi ekspor ke AS, lalu dikalikan 1/2. Tak ada kalkulasi soal tarif aktual, hambatan perdagangan non-tarif, atau struktur perdagangan global yang kompleks.

Menurut Kepala strategi pemasaran di Jones Trading Mike O’Rourke, tarif bahkan tidak dipertimbangkan dalam perhitungan itu. Melainkan Pemerintah AS lebih fokus pada neraca perdagangan yang timpang, bukan pada ketentuan teknis atau tarif WTO yang berlaku.

Negara-Negara yang Jadi Target

Sebagian besar dari 15 negara dengan defisit perdagangan tertinggi terhadap AS mengalami tekanan dari tarif tinggi Donald Trump. Termasuk di dalamnya Tiongkok, Vietnam, India, dan negara-negara Uni Eropa.

Meski tarif MFN (Most-Favored-Nation) rata-rata yang disepakati oleh lebih dari 160 anggota WTO cukup rendah sekitar 5% untuk Uni Eropa dan 9,4% untuk Vietnam, Trump memperkirakan hambatan perdagangan mereka jauh lebih besar karena adanya aturan non-tarif seperti subsidi, kuota, atau regulasi ketat.

Sebagai contoh, pemerintahan Trump mengklaim bahwa hambatan perdagangan Vietnam setara dengan tarif 46% meskipun angka tarif resmi jauh lebih rendah. Alasan seperti ini digunakan sebagai pembenaran untuk mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk dari negara tersebut.

Berikut daftar 15 Negara dengan Defisit Perdagangan Tertinggi dengan AS:

  1. China USD295,40 miliar
  2. Uni Eropa USD235,57 miliar
  3. Vietnam USD123,46 miliar
  4. Taiwan USD73,93 miliar
  5. Jepang USD68,47 miliar
  6. Korea Selatan USD66,01 miliar
  7. India USD45,66 miliar
  8. Thailand USD45,61 miliar
  9. Switzerland USD38,46 miliar
  10. Malaysia USD24,83 miliar
  11. Indonesia USD17,88 miliar
  12. Kamboja USD12,34 miliar
  13. Afrika Selatan USD8,84 miliar
  14. Israel USD7,43 miliar
  15. Bangladesh USD6,15 miliar

 

 

BI Siaga Hadapi Dampak Tarif Trump: Stabilitas Rupiah Jadi Prioritas

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Bank Indonesia (BI) menyatakan kesiapannya menghadapi potensi dampak dari kebijakan ekonomi global yang memicu gejolak di pasar keuangan.

Hal ini disampaikan menyusul pengumuman kebijakan tarif baru oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2 April 2025, yang dinilai menimbulkan ketidakpastian global dan berimbas pada pergerakan pasar finansial dunia, termasuk Indonesia.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa Bank Indonesia terus melakukan pemantauan secara intensif terhadap dinamika pasar keuangan, baik di level global maupun domestik.

"BI terus memonitor perkembangan pasar keuangan global dan juga domestik pasca pengumuman kebijakan tarif Trump yang baru pada 2 April 2025," kata Denny dikutip Minggu (6/4/2025).

Pria yang akrab disapa Denny ini menyampaikan, bahwa pengumuman kebijakan tarif tersebut telah menimbulkan reaksi cepat di pasar keuangan global. Ketegangan semakin meningkat setelah Pemerintah Tiongkok mengumumkan langkah retaliasi berupa tarif impor balasan pada 4 April 2025.

"Pasca pengumuman tersebut dan kemudian disusul oleh pengumuman retaliasi tarif oleh Tiongkok pada 4 April 2025, pasar bergerak dinamis dimana pasar saham global mengalami pelemahan dan yield US Treasury mengalami penurunan hingga jatuh ke level terendah sejak Oktober 2024," jelasnya.

 

Waspada Pelemahan Rupiah

FOTO: Bank Indonesia Yakin Rupiah Terus Menguat
Tumpukan mata uang Rupiah, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Situasi ini menciptakan tekanan terhadap mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. Oleh karena itu, Bank Indonesia menyatakan akan terus berada di garis depan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Komitmen tersebut diwujudkan melalui pelaksanaan strategi triple intervention, yaitu intervensi terkoordinasi di tiga sektor utama pasar keuangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya