Minim Temuan Gigi Hambat Proses Identifikasi Korban Lion Air Jatuh

Disebutkan, hanya ada satu buah gigi yang ditemukan dalam kantong jenazah korban Lion Air jatuh yang diterima RS Bhayangkara Polri. Tapi kondisinya sudah retak.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 03 Nov 2018, 03:08 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2018, 03:08 WIB
Tim SAR Kembali Temukan Potongan Tubuh Korban dan Puing Lion Air JT 610
Personil SAR Gabungan mengidentifikasi isi kantong jenasah yang diturunkan dari KRI Torani di Pelabuhan JICT 2, Jakarta, Kamis (1/11). Pesawat Lion Air PK LQP JT 610 jatuh di perairan Karawang pada Senin (29/10) lalu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Disaster Victim Identification (DVI) terus berjuang keras mengidentifikasi jenazah korban Lion Air yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin 29 Oktober lalu.

Salah satu yang menjadi kendala adalah tidak adanya temuan gigi di kantong jenazah korban Lion Air, yang diterima RS Bhayangkara Polri. 

"Temuan gigi di postmortem itu hampir tidak ada. Hanya kami temukan satu buah gigi dan kondisi sudah fraktur, retak," ujar Kepala Laboratorium Klinik Ortodologi Pusdokkes Polri Agustinus, di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (2/11/2018).

Ia mengungkapkan, dari 212 data antemortem yang telah diterimanya, yang memiliki dental record lengkap sampai pada hasil ronsen hanya 24. Tanpa ronsen atau hanya catatan dari dokter gigi hanya 18.

"Totalnya 42. Sampai saat ini masih terus bekerja sampai malam untuk melengkapi data," ia melanjutkan.

Menurut Agustinus, data gigi lengkap tersebut kebanyakan dimiliki oleh korban Lion Air yang merupakan anggota Polri dan kru pesawat. Khusus untuk kru pesawat, data didapat dari Balai Kesehatan Penerbangan (Hatpen).

"Data gigi setiap kru pesawat lengkap. Bisa dipastikan ketika ada body part gigi di postmortem, kami yakin bisa identifikasi karena datanya lengkap. Kebetulan yang anggota Polri juga data lengkap, yakin bisa lakukan identifikasi," ucapnya.

 

Andalkan Catatan Dokter Gigi

Proses identifikasi melalui gigi dilakukan dengan membandingkan data antemortem dan postmortem, yaitu kondisi gigi korban sebelum dan sesudah meninggal.

Agustinus menuturkan, sejauh ini timnya mengandalkan catatan yang dibuat dokter gigi korban.

"Kami di antemortem masih harus menerjemahkan riwayat gigi ke format odontogram, berupa simbol-simbol atau kode-kode, dan dibuat gambar visual agar mudah dicocokkan. Itu yang membuat kami cukup lama di antemortem," ujarnya.

Dia menuturkkan, ketika tidak ada catatan, yang bisa membantu adalah foto terakhir korban dalam kondisi tersenyum, sehingga ada gambaran gigi meskipun tidak seakurat catatan gigi dari dokter. "Tapi ini bisa bantu kita compare dua objek," ia mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya