Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengakui situasi bencana, khususnya tsunami Selat Sunda, kerap diwarnai isu-isu sesat yang dapat menambah kepanikan masyarakat. Seperti yang terjadi pascatsunami Selat Sunda. Masyarakat diminta tidak mudah mempercayainya.
Ia pun meminta masyarakat tenang dan tetap waspada terhadap situasi alam. Masyarakat diimbau terus memantau informasi tepercaya yang dikeluarkan situs resmi BMKG dan Badan Geologi.
"Mohon terus diikuti melalui situs, medsos, atau aplikasi mobile Info BMKG serta aplikasi mobile Magma Indonesia dari Badan Geologi," ujar Dwikorita di Kantor BMKG, Selasa malam, 25 Desember 2018.
Advertisement
Aplikasi Magma Indonesia, kata Dwikorita, diperlukan karena memuat informasi secara real time tentang aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau. Apalagi berdasarkan hipotesis sebelumnya, tsunami Selat Sunda dipicu aktivitas vulkanik, bukan gempa bumi tektonik.
"Kami menyadari dalam situasi seperti ini selalu muncul isu menyesatkan, maka agar kita tidak bingung, ketika ada isu mohon segera cek situs tadi. Karena ini terkait erupsi vulkanik yang dapat memicu, maka pantau Magma Indonesia," tuturnya.
BMKG sendiri telah mengaktifkan enam alat sensor seismograf agar bisa mendeteksi getaran atau tremor yang diakibatkan aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau. Alat tersebut sebenarnya hanya digunakan untuk mengukur aktivitas tektonik yang berupa getaran besar, bukan vulkanik yang getarannya kecil.
Namun, keenam alat yang mengepung Anak Gunung Krakatau itu telah didesain ulang agar mampu mendeteksi getaran sekecil apa pun akibat aktivitas vulkanik. Jika besaran getaran diperkirakan bakal memicu longsor pada dinding kawah gunung, BMKG akan mengeluarkan peringatan dini tsunami Selat Sunda.
Tak Lazim
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga mengatakan tsunami di Selat Sunda tak lazim. Karena itu, air surut tak lagi menjadi penanda utama.
"Penyebab tsunami kemarin tidak tunggal. Ada beberapa faktor yang memicunya. Peristiwa ini sangat tidak lazim. Tsunami Sabtu lalu tidak disebabkan karena gempa tektonik, sehingga bukan air surut penandanya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (25/12/2018).
Menurut dia, penyebab tsunami lalu adalah longsornya tebing Gunung Anak Krakatau karena tremor akibat aktivitas vulkanik. Longsor ini diperparah dengan curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut.
"Itu kan dinding digempur terus-menerus ya oleh tremor. Lalu cuaca di sana memang sedang tidak bagus. Saya cek memang cuaca sedang buruk. Semuanya tidak mendukung-lah," ujar Dwikorita tentang tsunami Selat Sunda.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement