Liputan6.com, Jakarta - Komisioner KPU RI Viryan Aziz mengatakan pihaknya segera mengirim surat ke dinas kependudukan sipil atau dukcapil terkait kabar warga negara asing yang memiliki KTP elektronik (e-KTP).
"KPU akan berkirim surat ke Dukcapil, kita akan meminta data WNA yang semacam ini, sehingga bisa mengkonfirmasi," kata Viryan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
Baca Juga
Viryan menjelaskan, pihaknya akan memeriksa apakah NIK WNA tersebut asli atau produk palsu. Sementara ini, Viryan mengaku KPU belum mendapatkan data terkait. Karenanya, pihaknya belum bisa berkomentar lebih soal temuan ini.
Advertisement
"Kita belum tahu karena kita belum dapat data yang benarnya. Kita akan meminta data ke Dukcapil soal warga negara asing yang sudah diberikan KTP elektronik. Bisa jadi ya ini diedit," duga Viryan.
Bila nantinya data terkait valid, lanjut Viryan, KPU akan memeriksa NIK mereka ke dalam sistem DPT. Kendati ditegaskan, nama WNA dipastikan akan dicoret karena sesuai Undang-Undang yang memiliki hak pilih hanyalah WNI.
"Kami akan melakukan pengecekan, begitu sekaligus juga bisa kita kemudian sandingkan dengan data DPT kita. Misalnya ada, kami coret. Kan solusi teknisnya seperti itu," terang Viryan.
Sejauh penelusuran KPU, KTP-el WNA tersebut diketahui dimiliki seorang berkebangsaan China. NIK-nya diketahui persis dengan WNI asal Jawa Barat bernama Bahar. Namun setelah diteliti, ada perbedaan dalam digit ke-12.
"Data ini sepenuhnya KPU terima dari data Pilgub Jabar 2018, artinya kekhawatiran tersebut tak benar. KPU akan segera kordinasi dengan Dukcapil. Artinya Pak Bahar masi punya hak pilih, tapi WNA itu tidak," Viryan menyudahi.
Sementara, Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, WNA sah-sah saja memiliki KTP-el, dengan catatan sudah memenuhi syarat. Salah satunya izin tinggal tetap sesuai dengan UU Administrasi dan Kependudukan (Adminduk).
"WNA yang sudah memenuhi syarat dan memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik. Ini sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan, sehingga tidak haram WNA punya KTP elektronik," kata Zudan.
Zudan melanjutkan, izin tinggal tetap WNA harus diterbitkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Izin tinggal sendiri pada umumnya memiliki batas waktu tertentu bukan seumur hidup.
"Misalnya izin tinggal dalam waktu satu tahun, dua tahun atau tiga tahun," lanjut Zudan.
Selain itu, lanjut Zudan, dalam e-KTP WNA tetap dicantumkan asal negaranya. Sehingga, mereka dipastikan tidak memiliki hak pilih dalam Pemilu 2019.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Diusut Tuntas
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai keberadaan e-KTP Indonesia yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal China harus diselidiki lebih lanjut. Sebab, Fadli menilai kasus ini adalah permasalahan yang serius.
"Saya kira ini masalah sangat-sangat serius, karena satu orang asing saja yang bisa menyusup ke negara kita itu ancaman bagi bangsa kita, apalagi banyak, jadi saya kira ini harus diselidiki," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Menurutnya, adanya e-KTP yang dimiliki warga negara China adalah skandal besar. Fadli pun akan turun langsung menyelidiki kasus tersebut jika memang diperlukan.
"Ya nanti temuan-temuan akan kita selidiki, kalo benar begitu. Kalau perlu nanti saya ke sana melihat," ungkapnya.
Fadli mengatakan, e-KTP hanya boleh dimiliki oleh orang Indonesia. Karena itu, adanya warga negara asing yang memiliki e-KTP Indonesia dinilai Fadli sebagai ancaman negara.
"Saya kira TNI harus terlibat di situ, karena ini sudah menyangkut ancaman negara," ucapnya.
Â
Reporter: Sania Mashabi, Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement