Idrus Marham Tutup Pleidoinya dengan Puisi

Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, menyampaikan pleidoinya setebal 85 halaman, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2019, 18:34 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2019, 18:34 WIB
Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Jalani Sidang Pemeriksaan Terdakwa
Terdakwa dugaan penerimaan suap terkait kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Idrus Marham menjawab pertanyaan saat JPU KPK sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/3). Sidang memeriksa keterangan terdakwa. (Liputan6com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, menyampaikan pleidoinya setebal 85 halaman. Pleidoi itu ditulis dalam enam bab. Nota pleidoi itu ditutup dengan sebuah puisi. Puisi lima bait tersebut berjudul "Keadilan Sebuah Keniscayaan".

Idrus mengatakan puisi tersebut merupakan karangannya sendiri. "Majelis Hakim Yang Mulia, izinkan saya di akhir pleidoi ini membacakan sebuah puisi yang berjudul "Keadilan Sebuah Keniscayaan," ujar dia di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).

Saat membacakan pleidoi, Idrus sempat ditegur Ketua Majelis Hakim karena apa yang disampaikan tidak sesuai dengan yang tertulis dalam nota pleidoinya.

Dalam pleidoi enam bab itu, Idrus Marham memamerkan berbagai prestasinya sejak masih di sekolah. Dia mengaku kerap menjadi juara kelas. Selain sebagai politikus Golkar, dia mengatakan menjadi dosen di beberapa kampus, salah satunya di Universitas Tarumanegara.

Mantan Menteri Sosial ini mengatakan dirinya bukan orang yang berkepentingan dengan proyek PLTU Riau-1. Termasuk membantah tak memiliki kepentingan politis atas pelaksanaan Munaslub Partai Golkar pada akhir 2017.

"Karena saya bukan calon ketua umum," ujar Idrus Marham.

Sebelumnya, aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 diduga mengalir untuk kepentingan Munaslub Golkar di mana saat itu Idrus menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar. Idrus juga mengklaim hubungannya dengan terpidana Eni Maulani Saragih hanya hubungan biasa seperti hubungannya dengan para kader muda Golkar.

"Oleh karena itu, saya memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak semua dakwaan dan tuntutan JPU, dan membebaskan saya dari dakwaan dan tuntutan, memulihkan nama baik, harkat dan martabat saya. Jika Majelis Hakim Yang Mulia memiliki keyakinan lain, saya mohon keadilan yang seadil-adilnya," ujar Idrus Marham.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Puisi Idrus Marham

Saya tidak mengerti mengapa

Saya harus berdiri di sini...

Saya hanya tahu hari ini, saya berdiri di insan berhati nurani...

Di tempat hakim yang mulia, memutus atas nama Tuhan...

Atas nama Zat yang Maha Adil...

Maka dengan segala kerendahan hati...

Izinkan kepala saya untuk tegak...

Sebagai tanda keyakinan akan keadilan yang saya perjuangkan...

 

Saya tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini...

Yang saya tahu hari ini kita semua berdiri atas nama Tuhan...

Atas nama Zat yang Maha Tahu...

Maka izinkan saya berbicara atas nama kebenaran...

Atas nama pertanggungjawaban yang akan saya emban sampai ke Yaumil Mahsyar...

Sampai ke hadapan Allah, Tuhan Yang Maha Adil...

 

Saya tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini...

Yang saya tahu, ini tempat bermartabat...

Tempat mengungkap kebenaran berdasarkan fakta...

Bukan tempat fiksi...

Bukan tempat menegakkan rekayasa hukum..

Ini setulus tulusnya ruang keadilan...

Tempat kebenaran menemukan niscaya...

 

Saya tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini...

Yang saya tahu, ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat...

Tempat keadilan berbicara adil...

Tempat kebenaran bicara benar...

Tempat keberanian bicara berani...

Saya percaya pengadilan ini bisa membuat sejarah...

Bisa menjadi sejarah bicara sejarah...

 

Saya Tidak mengerti mengapa saya harus berdiri di sini...

Tapi saya percaya dan yakin...

Di sini ada hati nurani...

Nurani bicara kebenaran...

Nurani bicara keadilan...

Keadilan sebuah Keniscayaan...

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya