Akhir Nyanyian Sakit Hati AKP Sulman

Dalam nyanyiannya, AKP Sulman mengaku disuruh atasannya mendukung paslon 01. Dia meralat dan mengaku emosi saat melontarkan pernyataan tersebut.

oleh Muhammad AliNanda Perdana Putra diperbarui 03 Apr 2019, 00:04 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2019, 00:04 WIB
Mantan Kapolsek Pasir Wangi, Garut, AKP Sulman Ajiz (kiri). (Merdeka.com)
Mantan Kapolsek Pasir Wangi, Garut, AKP Sulman Ajiz (kiri). (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Didampingi Direktur Lokataru, Haris Azhar, Eks Kapolsek Pasir Wangi, Garut, AKP Sulman Ajiz menggelar jumpa pers, Minggu 31 Maret 2019. Di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lokataru itu, Sulman buka-bukaan soal adanya instruksi memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.

"Saya sudah bertugas dimana-mana, baru di tahun 2019 ini di Pilpres 2019 ada perintah untuk berpihak kepada salah satu calon," ujar AKP Sulman kesal.

Dia mengungkapkan, dirinya mengaku beberapa kali dipanggil Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna untuk mendata para pendukung masing-masing calon. Dia diperintahkan menggalangnya dan bahkan amanat itu disampaikan saat forum rapat bersama di Polres Garut.

"Kami diancam, para kapolsek kalau seandainya di wilayah kami bertugas paslon nomor 01 kalah, kami akan dipindahkan dan dikotakkan. Karena itulah saya menyampaikan ini semua demi ketenangan, keamanan, kenyamanan sahabat saya, rekan saya di kepolisian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke supaya kami dimanusiakan," terang Sulman.

Dia bercerita dirinya dituding condong kepada pasangan Prabowo-Sandiaga. Ini dipicu oleh foto dirinya bersama tokoh agama, tokoh NU setempat yang di antara mereka merupakan ketua penyelenggara deklarasi dukungan Paslon 02.

Padalah kala itu, ia hanya melaksanakan tugas sebagai Kapolsek dan memastikan kegiatan di wilayahnya berlangsung aman. Langkah ini juga sebagai bahan laporan kepada atasannya bahwa ia telah berkoordinasi dengan panitia.

Namun foto itu berbuntut panjang. Dia dijustifikasi tidak profesional dalam bertugas. Ia juga merasa difitnah telah memobilisasi para kepala desa di Polsek Pasir Wangi untuk memberikan dukungan kepada Paslon 02 Prabowo-Sandiaga.

Padahal, lanjut Sulman, sembilan dari 12 kepala desa yang datang kepadanya hanya bermaksud meminta kejelasan dan perlindungan lantaran dipanggil penyidik Polda Jawa Barat dan diperiksa terkait dana desa dan bantuan sosial.

"Kemudian mereka diarahkan untuk (memilih) kepada paslon nomor 01, tetapi situasi ini dibalik seolah-olah saya yang mengumpulkan kepala desa, untuk memberikan dukungan kepada nomor 02," sesal Sulman.

Akibat kejadian ini, ia harus rela menanggalkan jabatannya sebagai Kapolsek Pasir Wangi. Dia dimutasi ke Polda Jabar pada 8 Maret 2019 menjadi Kanit Seksi Pelanggaran Gakkum Direktorat Lalu Lintas Jawa Barat tak lama setelah Propam Polda Jawa Barat memeriksa 20 anggota Polsek Pasir Wangi.

"Saya merasa telah dizolimi, telah disakiti, termasuk keluarga saya, istri saya, anak saya. Saya telah dimutasikan dari posisi saya ke Polda Jawa Barat," tutur AKP Sulman.

Atas pengakuannya itu, Haris Azhar siap memberikan bantuan hukum. Pihaknya juga akan menyampaikan kasus ini kepada Ombudsman RI.

"Karena bisa saja ada dua kemungkinan terhadap Pak Sulmannya sendiri, maupun yang kedua tentang kesaksian tersebut. Nanti akan disampaikan rencana kami ke Ombudsman RI," ujar Haris.

 

Gegerkan Jagad Politik

ombud
Gedung Ombudsman RI (Liputan6.com/Setkab.go.id)

Nyanyian mantan Kapolsek Pasir Wangi itu langsung membetot perhatian publik. Jagad politik pun geger dibuatnya. Masyarakat lantas mempertanyakan netralitas institusi Polri dalam ajang demokrasi tersebut.

Lembaga Ombudsman RI mengaku akan menyelidiki pengakuan dari AKP Sulman Ajiz tersebut. Jika benar itu terjadi, institusi ini dianggap telah melanggar mala-administrasi.

"Kalau mereka mau lapor ya kita tindaklanjuti. Nanti kita lihat apa betul ada pelanggaran, apa betul ada pemaksaan untuk melakukan pemenangan. Kalau memang terbukti berarti ada mala-administrasi. Karena tupoksinya bukan melakukan penggalangan dukungan seperti itu," kata Komisioner Ombudsman, Ninik Rahayu saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin 1 April 2019.

Desakan penyelidikian juga disuarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, bila pengakuan itu terbukti benar, maka harus segera ditangani. Sebab, pemilihan umum pada prinsipnya harus berjalan dengan adil dan bersih.

"Jadi memang kita sangat khawatir kalau ada kemudian upaya-upaya mobilisasi yang katakanlah, melanggar aturan, melibatkan petugas, atau lain-lain,” tutur Ahmad di Media Center Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jakarta, Senin 1 April 2019.

“Itu memang hal yang serius, orang (mungkin) tidak menganggap itu ada kaitan hak asasi manusia, tapi di dalam komentar umum PBB tentang Pasal 25 tentang hak untuk memilih itu disebutkan, termasuk penyelenggara harus bersikap fair, imparsial, itu tegas sekali standar itu,” lanjutnya.

Ahmad mengatakan, aparat harus bersifat netral atau imparsial dalam mengawal jalannya pemilihan umum. Undang-undang pemilu pun dapat digunakan untuk menjerat aparat seperti ASN, Polri, dan TNI yang tidak bersikap netral.

“Saya kira itu (pengakuan AKP Sulman) harus segera diselidiki, ditangani, periksa dengan tegas apa benar. Ini kan baru pengakuan ya, pengakuan itu apapun harus diperiksa kebenarannya dan kalau memang ada faktanya harus tindakan hukum,” ujar dia.

Ahmad menegaskan, penanganan masalah itu harus benar-benar serius dilakukan. Hal ini untuk menjaga kredibilitas pemilu dan demokrasi yang ada di Indonesia.

“Kalau mereka kemudian mendapat informasi yang menduga macam-macam seperti itu tidak imparsial, ini bisa menurunkan sedikit banyaknya kredibilitas dari pemilu kita. Harapan kita ini segera bisa diatasi dengan tindakan penyelidikan, penyidikan dari aparat penegak hukum,” tukasnya.

Namun, Ahmad mengimbau agar pihak penegak hukum juga telah memastikan kebenaran dari pengakuan tersebut.

“Mereka harus buka kalau memang itu ada ya (tidak imparsial) kita tidak boleh menduga-duga, tapi bagus ketika ada orang yang merasa bahwa dia didorong untuk tidak imparsial menyatakan terbuka, melaporkan itu kepada Bawaslu, kepada kepolisian, supaya kepercayaan terhadap pemilu ini tinggi, gitu,” tandasnya.

 

Bantahan Berujung Ralat

Kabid Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko
Kabid Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko (Huyogo Simbolon/Liputan6.com)

Pengakuan mengejutkan AKP Sulman itu membuat sorot mata masyarakat tertuju kepada institusi Polri. Mereka mempertanyakan sikap abdi Bhayangkara dalam perayaan pesta demokrasi ini.

Yang paling merasakan terjangan peluru ini adalah Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. Dia menegaskan, semua tudingan AKP Sulman Aziz adalah tidak benar.

"Jelas itu tidak berdasar. Memang tiap bulan kita kumpulkan para Kapolsek tapi untuk tujuan pengamanan," ujar dia di Mapolres Garut, Minggu 31 Maret 2019 malam.

Menurut Budi Satria, sebagai pimpinan tertinggi di daerah, dirinya memiliki kewajiban untuk memberikan pemahanan mengenai Babinkamtibmas. Namun bukan untuk mengarahkan dukungan kepada salah satu paslon.

"Tidak ada soal suruhan itu," tegas dia.

Budi menjelaskan, cakupan tanggung jawab Polres Garut untuk mengamankan hajatan demokrasi lima tahunan ini cukup berat. Sehingga dibutuhkan evaluasi berkala seluruh anggota.

Saat ini polres Garut memiliki 33 Polsek yang membawahi 42 kecamatan. Untuk itu, lembaganya selalu mengadakan rapat untuk melakukan evaluasi tugas kepolisian.

"Garut ini rawan konflik dengan intensitas kriminal tinggi. Jadi wajar langkah-langkah pencegahan harus dilakukan," ujar dia mengingatkan.

Sangkalan yang sama juga disuarakan oleh markas polisi Polda Jabar. Disebutkan, Mutasi AKP Sulman tak ada kaitannya dengan isu yang beredar. Rotasi ini murni aktivitas rutin untuk penyegaran anggota.

"Mutasi sesuai dengan surat telegram nomor 499/II/kep 2019, yaitu mutasi yang dikeluarkan Polda Jabar. Rotasi berisikan mutasi rutin terhadap 10 personel Polda Jabar. Jadi AKP Sulman tidak sendirian," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko di Mapolda Jabar, Senin 1 April 2019.

Untuk mengklarifikasi permasalahan ini, Polda Jabar pun memanggil keduanya. Mereka akan diperiksa terkait isu yang sudah terembus. "Nantinya akan dilakukan pemeriksaan sesuai SOP yang berlaku. Tunggu (pemeriksaan) dari hasil fungsi pengawas di kita," ucap dia.

Berbeda dengan AKP Sulman, Trunoyudo menyebut Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna telah diperiksa oleh propam, Minggu 31 Maret 2019. Saat itu, Kapolres Garut datang untuk mengklarifikasi pemberitaan yang beredar. "Jadi beliau (Kapolres Garut) sudah diperiksa," imbuhnya dia.

Tak lama berselang, pada hari yang sama, AKP Sulman pun memberikan keterangan di Polda Jabar. Dia meralat pernyataann yang sebelumnya dilontarkan.

Sulman Ajiz mengaku telah membuat kesalahan dengan mengeluarkan pernyataan itu.

"Kemarin saya telah melaksanakan preskon di Lokataru, disiapkan Haris Azhar. Dalam kegiatan tersebut saya sudah melakukan kesalahan. Saya menyatakan bahwa Polri tidak netral dalam pilpres 2019 ini," kata AKP Sulman Ajiz didampingi Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hata, Senin (1/4/2019).

Sulman mengaku pernyataan soal Polri tak netral keluar dari mulutnya karena faktor emosi dan permasalahan pribadi dengan Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. Dia tidak terima dipindah tugas ke Mapolda Jabar sebagai Kanit 1 Seksi Penindakan Pelanggaran Subdit Gakkum Ditlantas Polda Jabar.

Menurut dia, kebijakan mutasi itu dilandasi karena dirinya kedapatan berfoto bersama salah satu tokoh yang kebetulan sebagai panitia deklarasi Prabowo-Sandiaga Uno.

"Sebetulnya itu saya sampaikan karena saya pada saat itu emosi. Saya telah dipindahtugaskan dari jabatan saya yang lama sebagai kapolsek dikarenakan saya telah bertoto dengan seorang tokoh agama yang kebetulan sebagai panitia deklarasi Prabowo-Sandi di Kecamatan Pasirwangi," jelas AKP Sulman Ajiz.

Perbedaan sikap dan pernyataannya pun ditunjukan saat dia menjelaskan bahwa pengumpulan Kapolsek di Wilayah Hukum Polres Garut bukan untuk kepentingan mobilisasi mengarahkan dukungan. Namun, agenda pengumpulan tersebut untuk melakukan mapping atau pendataan kekuatan untuk antisipasi keamanan.

Padahal, saat menggelar konferensi pers di Lokataru bersama Haris Azhar di Jakarta pada Minggu 31 Maret, Sulman mengaku beberapa kali dipanggil Kapolres Garut untuk melakukan pendataan para pendukung masing-masing calon.

Dia diperintahkan melakukan penggalangan dukungan untuk Jokowi-Ma'ruf. Bahkan, dia mengklaim diancam bakal dimutasi jika paslon 01 kalah di daerahnya.

Lebih lanjut, Sulman menegaskan kehadirannya di Mapolda Jabar bukan karena penangkapan. Dia datang bersama anak istrinya untuk menghadap kepada pimpinan berkaitan tugas barunya sebagai Kanit 1 Seksi Penindakan Pelanggaran Subdit Gakkum Ditlantas Polda Jabar.

"Saya yakin, kepolisian itu lembaga yang netral, apalagi di dalam Pilpres 2019 ini. Dikuatkan lagi sudah ada dua TR yang dikeluarkan Kapolri, bahwa Polri harus netral baik Pilpres maupun Pilkada," AKP Sulman memungkasi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya