Charta Politika Laporkan 5 Akun yang Tuduh Akali Survei Pilpres 2019

Menurut Yunirto, laporan itu sudah dibuat sejak 14 April 2019. Namun usai Pemilu 2019 pada 17 April, persoalan dugaan fitnah itu malah semakin ramai dan membesar.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 23 Apr 2019, 18:03 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2019, 18:03 WIB
Eksklusif Yunarto Wijaya, Menikmati Kerasnya Dunia Politik
Sama seperti yang lainnya, Yunarto Wijaya juga berpikir bahwa dunia politik itu kejam, lalu mengapa ia mau menjadi pengamat politik?

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Charta Politika melaporkan lima akun media sosial ke polisi lantaran menuding pihaknya telah melakukan rekayasa alias mengakali survei Pilpres 2019 lewat percakapan pesan singkat atau chat palsu.

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya menyampaikan, pihaknya datang ke Bareskrim Polri untuk sekaligus merampungkan laporan yang sudah dibuat sebelumnya terkait chat palsu yang disebarkan sejumlah akun media sosial.

"Akun Instagram maupun di Facebook maupun di Twitter dan penyebaran lewat Whatsapp ya yang sebenarnya sudah terjadi tiga hari sebelum pemilu," tutur Yunarto di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Menurut Yunirto, laporan itu sudah dibuat sejak 14 April 2019. Namun usai Pemilu 2019 pada 17 April, persoalan dugaan fitnah itu malah semakin ramai dan membesar.

"Yang paling menganggung adalah nomor telepon saya diumbar kemana-mana, lalu juga dengan beberapa fitnah terkait dengan chat palsu seakan-akan saya membuat survei ya, bukan quick count ya, survei saat itu berkomunikasi dengan saya nggak ngerti maksudnya siapa, tapi ada 'siap 86 jendral sudah diamankan'. Sesuatu sepeti itu lah," jelas dia.

 


Dinilai Resahkan Masyarakat

Eksklusif Yunarto Wijaya, Menikmati Kerasnya Dunia Politik
Sama seperti yang lainnya, Yunarto Wijaya juga berpikir bahwa dunia politik itu kejam, lalu mengapa ia mau menjadi pengamat politik?

Keberadaan akun-akun penyebar fitnah itu, lanjut Yuniarto, tentu meresahkan masyarakat dan membuat pemilu, quick count, survei, real count, menjadi negatif sifatnya di mata publik. Hal tersebut merupakan pekerjaan pihak tidak bertanggung jawab yang memilih untuk menyulut konflik.

"Siapa yang membuat saya tidak tahu, itu kan pasti siber reksrim yang lebih ngerti. Tapi saya sih pengen kalau bisa yang membuat yang bisa tertangkap juga. Karena di situ kan kita bisa tahu, bukan sekedar orang yang menyebarkan. Kalau yabg menyebarkan kadang-kadang hanya latah terbawa situasi. Tapi produsen-produsen hoaks ini yang menurut saya harusnya sih saya pengennya bisa ditangkap," Yuniarto menandaskan.

Laporan kepolisian itu sendiri bernomor LP/B/0382/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 14 April 2019. Adapun, kelima akun yang dilaporkan adalah empat akun Twitter atas nama @silvy_Riau02, @sofia_ardani, @sarah ahmad, @rif_opposite, dan satu akun Facebook atas nama Ahmad Mukti Tomo.

Pasal yang disangkakan adalah tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (3) juncto 45 ayat (3), pencemaran nama baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 310 KUHP, fitnah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 311 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya