Menristekdikti M Nasir Dorong Kurikulum Industri di Perguruan Tinggi

Menurutnya, perguruan tinggi harus mendesain kurikulum pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 10 Mei 2019, 01:29 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2019, 01:29 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir
Menristekdikti Mohamad Nasir (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menekankan pentingnya bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk terus berinovasi. Sehingga, riset yang dilakukan juga harus menghasilkan hal baru yang bisa digunakan oleh dunia usaha.

“Riset yang selama ini hanya menghasilkan publikasi saja. Kalau publikasi nanti berakhirnya di perpustakaan. Bagaimana riset itu bisa menghasilkan suatu inovasi, dan bisa bermanfaat kepada dunia usaha dan industri,” tutur Nasir di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Menurutnya, perguruan tinggi harus mendesain kurikulum pendidikan yang relevan dengan kebutuhan industri. Hal ini agar sumber daya manusia (SDM) yang nanti dihasilkan memang yang benar-benar dibutuhkan oleh industri.

Sebab, kenyataannya banyak dari lulusan yang pada akhirnya bekerja tidak sesuai dengan bidang ilmunya.

“Karena dia (industri) akan sebagai user nantinya. Jangan sampai perguruan tinggi mendesain kurikulum atas dasar keinginan sendiri. Harus berkolaborasi dengan industri,” tukasnya.

“Oleh karena itu kurikulum harus dibangun dengan industri. Pendidikan tinggi yang ada itu dalam hal ini harus nyambung apa yang dilakukan antara industri itu. Harmonisasi kurikulum,” lanjut Nasir.

 


Sesuai Kebutuhan Daerah

Gedung Mochtar Riady Fisip UI
Menristekdikti Mohamad Nasir memberikan sambutan saat peresmian pembangunan kembali Gedung C FISIP Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat, Kamis (2/5/2019). Gedung tersebut diberi nama Mochtar Riady Social & Political Research Center. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selain itu, Nasir juga menekankan pentingnya pendidikan vokasi untuk menghasilkan tenaga ahli yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Sebab, potensi dari daerah bisa didorong dengan adanya SDM yang sesuai dan memadai.

“Tidak boleh lagi perguruan tinggi itu hanya meluluskan seorang sarjana atau seorang tenaga ahli saja, tapi ternyata tidak dipakai oleh industri. Ini menjadi hal yang sangat penting,” ujar Nasir.

Karenanya, Nasir berharap agar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bisa diubah. Sebab, ia merasa peraturan itu bermasalah bagi kabupaten kota yang ingin menyelenggarakan pendidikan vokasi.

“Undang-undang di sana itu mengamanatkan untuk pendidikan dasar dan menengah itu tugasnya di daerah, sementara pendidikan tinggi di pusat. Di sisi yang lain, oleh karena kabupaten kota di Indonesia banyak yang punya potensi kemampuan untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi,”

“Tapi karena peraturan dan perundan-undangan itu yang menyebabkan tidak bisa,” ia mengakhiri.

 

* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya