Ternyata Ada Peluang Bagi Indonesia di Balik Tarif Impor Trump, Apa Itu?

Kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yaitu penetapan tarif resiprokal untuk sejumlah negara termasuk Indonesia, yang dinilainya akan membawa kesempatan sekaligus keseimbangan baru.

oleh Septian Deny Diperbarui 05 Apr 2025, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2025, 12:00 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam acara buka puasa bersama di Gedung Putih pada Kamis, (27/3/2025).
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam acara buka puasa bersama di Gedung Putih pada Kamis, (27/3/2025). Kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yaitu penetapan tarif resiprokal untuk sejumlah negara termasuk Indonesia, yang dinilainya akan membawa kesempatan sekaligus keseimbangan baru. (Dok. Instagram/whitehouse)... Selengkapnya

 

Liputan6.com, Jakarta Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian, menyoroti kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yaitu penetapan tarif resiprokal untuk sejumlah negara termasuk Indonesia, yang dinilainya akan membawa kesempatan sekaligus keseimbangan baru.

Seperti diketahui, mulai 2 April 2025 AS memberlakukan tarif dasar 10% plus tambahan 32% untuk Indonesia. Fakhrul memandang, pemerintah RI sebaiknya tidak reaktif dan melakukan tindakan balasan yang terlalu cepat.

Belajar dari proses yang terjadi sebelumnya, ia menilai ada kecenderungan pemerintahan Donald Trump lebih menggunakan metode Carrot and Stick, dengan penetapan tarif baru ini sebagai permulaan.

“Negosiasi bilateral antar negara terkait perdagangan adalah hal yang selanjutnya akan dilakukan,” ujar Fakhrul dikutip Sabtu (5/4/2025).

Ia menjelaskan, kondisi dunia sekarang ini mulai mengalami perubahan dengan terjadinya pelemahan multilateralism. Ke depannya, perjanjian kerjasama ekonomi akan lebih banyak dilakukan langsung antar negara atau bilateral.

“Dalam kondisi seperti sekarang ini, pelemahan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah adalah hal yang lumrah terjadi dan rupiah akan berada dalam kondisi overshoot (pelemahan yang cepat dalam waktu pendek), untuk kemudian kembali menguat pada keseimbangan baru,” jelas dia.

“Untuk bisa memiliki keseimbangan baru rupiah yang kuat, pemerintah harus melakukan beberapa hal,” lanjutnya.

Beberapa yang bisa dilakukan adalah proses realokasi anggaran sehingga perputaran ekonomi dalam negeri bisa meningkat. Pemerintah juga perlu memberikan komunikasi baik kepada masyarakat dan pasar keuangan tentang langkah konkret untuk memastikan ketergantungan Indonesia pada ekonomi global bisa turun dalam jangka waktu yang cepat.

“Isu ketahanan pangan, energi dan kesehatan menjadi hal penting terkait dengan meningkatnya tensi perang dagang.”

 

Perang Dagang

Proyeksi Neraca Perdagangan Indonesia
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/4/2022). Kenaikan harga komoditas global di tengah perang Rusia-Ukraina tetap menjadi pendorong utama terjadinya surplus yang besar karena mendorong kinerja ekspor Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Adapun Fakhrul memandang tantangan perang dagang ini malah bisa membuka kesempatan khusus kepada Indonesia untuk bisa mendapatkan pasar tertentu dengan Amerika Serikat. Mulai dari sektor tekstil, alas kaki, furniture, komponen otomotif dan nikel.

“Namun sekali lagi, kita harus sadar bahwa tidak ada lagi kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat akan dilaksanakan dengan rule based. Kecendrungan untuk negosiasi yang alot akan terjadi,” tutur Fakhrul.

Menurutnya, para diplomat ekonomi Indonesia harus lihai dalam bernegosiasi terkait urusan ini. Terutama, peran Kementerian Luar Negeri yang akan semakin penting dalam membawa agenda-agenda ekonomi Indonesia ke tingkat global.

 

Posisi Netral

7 Pelaut Hilang Akibat Tabrakan Kapal Perang AS dan Kapal Barang
Kondisi kapal dagang ACX Crystal usai tabrakan dengan kapal perusak USS Fitzgerald yang terlihat di semenanjung Izu, sebelah barat daya Tokyo, Jepang (17/6). Kapal ini diketahui berbendera Filipina. (Japan's 3rd Regional Coast Guard Headquarters via AP)... Selengkapnya

Indonesia disarankan harus tetap dalam posisi netral sambil terus membangun relasi dengan negara-negara anggota BRICS maupun Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Ke depannya, Indonesia harus tetap menjaga posisi netral dengan terus membangun relasi kepada berbagai negara, baik itu BRICS ataupun OECD untuk bisa memaksimalkan dampak positif untuk perekonomian Indonesia,” katanya.

Selain itu, ia juga menyoroti pasar keuangan setelah adanya penurunan nilai indeks saham beberapa waktu lalu. Ia mengimbau kepada para investor untuk tidak takut atas sentimen baru soal perang dagang.

“Karena 80% dari situasi ini sudah priced in (terprediksi)di pasar. Kalau tak ada aral melintang, seharusnya kita bisa mulai melirik kesempatan yang muncul dari pasar saham yang telah murah,” ujar Fakhrul.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya