PBNU Imbau Masyarakat Akhiri Perpecahan Usai MK Putuskan Sengketa Pilpres 2019

PBNU mengimbau masyarakat untuk mengakhiri perpecahan setelah palu hakim konstitusi diketok.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jun 2019, 06:06 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2019, 06:06 WIB
Pembakaran Bendera HTI, PBNU Sayangkan Aparat Keamanan Kecolongan
PBNU Helmy Faisal Zaini saat menggelar jumpa pers terkait pembakaran bendera HTI di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (24/10). PBNU menyayangkan aparat keamanan yang kecolongan dengan tidak menindak pengibaran bendara HTI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan sengketa Pilpres 2019 pada Kamis 27 Juni. Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mengimbau masyarakat untuk mengakhiri perpecahan setelah palu hakim konstitusi diketok.

"Kita harapkan kepada masyarakat, mari tunjukkan bangsa Indonesia sudah teruji di dalam proses tumbuh kembangnya bangsa yang selama ini bisa menghadapi berbagai macam tantangan dengan baik," ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Helmy memandang fenomena masyaraat setelah pilpres berlangsung, masih terdapat perpecahan di tingkat kehidupan sosial, karena perbedaan pilihan pandangan politik.

Menurutnya, terjadi pembelahan di dalam kehidupan sosial bermasyarakat seolah-olah membuat garis perbedaan. Orang yang tidak sejalan dengan kelompoknya dianggap sebagai kelompok sesat.

"Sistem demokrasi Indonesia telah berupaya membuat proses pemilihan umum menjadi terbuka, adil, dan transparan, dengan proses sengketa pilpres di MK, yang dapat menjadi bahan penilaian masyarakat," kata dia seperti dilansir Antara.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Proses Pendewasaan Politik

Helmy menilai, proses demokrasi pilpres yang berlangsung hingga penyelesaian di Mahkamah Kostitusi merupakan proses pendewasaan politik yang mahal. Terlebih bagi bangsa Indonesia yang mengalami transisi menjadi negara yang lebih matang.

Mekanisme pemilihan presiden, menurutnya, masih memberi ruang bagi pihak yang kalah untuk bertanding kembali pada periode lima tahun ke depan. Selain itu, kedua calon pemimpin yang bertanding dianggap telah teruji memiliki kapasitas dalam proses pendewasaan politik bangsa Indonesia.

"Kita berharap siapapun yang nanti menang, maka yang kalah harus legowo karena prosesnya sudah berakhir di Mahkamah Konstitusi," Helmy memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya