Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia lstania DF Iskandar menyatakan, pihaknya mendukung upaya lain yang dilakukan Baiq Nuril Maknun untuk memperoleh keadilan.
Mantan guru honerer SMAN 7 Mataram, NTB itu tetap dinyatakan bersalah melanggar UU ITE setelah pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA). Korban pelecehan seksual itu pun dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
"LPSK mendukung apapun upaya tersebut. Salah satu upaya yang dimungkinkan untuk didorong adalah pemberian amnesti," ujar Livia di Gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta, Senin 8 Juli 2019.
Advertisement
Menurutnya, momentum kasus Baiq Nuril bisa menjadi salah satu alasan untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Di mana para pelaku kekerasan seksual, baik secara fisik atau non-fisik dapat dijerat pidana.
LPSK berharap agar Baiq Nuril atau BN bisa mendapatkan keadilan substantif. Sebab, saat ini dia masih dalam perlindungan LPSK dan mendapatkan layanan pemenuhan hak prosedural dan bantuan psikososial.
"LPSK juga berencana bekerjasama dengan Gubernur dan Pemerintah Daerah NTB untuk pemulihan psikososial bagi BN," katanya.
Livia mengatakan, banyak pihak mengusulkan dan mendukung adanya upaya bagi Baiq Nuril untuk memperoleh keadilan. Salah satu upayanya adalah pemberian amnesti oleh Presiden Joko Widodo.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Menkumham Libatkan Ahli Hukum
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly menjelaskan, pemberian amnesti dinilai sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan kasus Baiq Nuril.
"Bahwa kemungkinan yang paling tepat adalah amnesti," kata Yasonna.
Hal itu disampaikan usai bertemu Baiq Nuril dan Politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka di Kementerian Hukum dan HAM, Senin (8/7/2019).
Yasonna menerangkan, pemberian grasi, amnesti, atau abolisi merupakan kewenangan presiden dengan mendengarkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Dalam kasus Baiq Nuril, amnesti merupakan langkah yang tepat. Makanya untuk memperkuat itu, Kemenkumham sedang menyusun argumentasi yuridis dengan melibatkan ahli hukum pindana, ahli ITE, Ditjen AHU, Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan.
"Supaya rapih, argumentasi yuridisnya kita mau siapkan dengan baik, karena ini kita menerapkan hukum progresif. Jadi kita lakukan ini dengan baik," ujar dia.
Yasonna menegaskan, perkara yang menimpa Baiq Nuril tak boleh diremehkan. Ini menyangkut rasa keadilan yang dirasakan banyak orang. Kalau dibiarkan kemungikan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual tidak akan berani bersuara.
"Kami khawatir wanita Indonesia yang korban kekerasan seksual tidak berani lagi mengadukannya, atau memprotesnya. Ini kekhawatiran kita, kita harus kita lakukan," ujar dia.
Â
Advertisement