Suap Gubernur Kepri, KPK Cegah Seorang Pengusaha ke Luar Negeri

Pelarangan ke luar negeri dilakukan agar ketika penyidik KPK membutuhkan keterangannya sebagai saksi, pengusaha itu sedang tak berada di luar negeri.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Agu 2019, 12:53 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 12:53 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pihak Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melarang pengusaha bernama Kock Meng bepergian ke luar negeri. Pelarangan ini berkaitan dengan kasus dugaan suap izin reklamasi yang menjerat Gubernur nonaktif Kepri Nurdin Basirun.

"KPK telah mengirimkan surat perlarangan ke luar negeri untuk seorang pihak swasta atas nama Kock Meng selama enam bulan terhitung sejak 17 Juli 2019," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Pelarangan ke luar negeri dilakukan agar ketika penyidik KPK membutuhkan keterangannya sebagai saksi, Kock Meng sedang tak berada di luar negeri.

"Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri dalam penyidikan yang sedang berjalan dengan tersangka ABK (Abu Bakar-swasta)," kata Febri.

Gubernur Kepri Nurdin Basirun dijerat KPK dalam kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018-2019. Selain kasus suap, Nurdin Basirun juga dijerat pasal penerimaan gratifikasi.

 


3 Tersangka Lain

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemerintahan Provinsi Papua mendapat skor terendah yaitu 52,91. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Dalam kasus suap, Nurdin dijerat bersama tiga orang lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH), dan pihak swasta Abu Bakar (ABK).

Nurdin Basirun menerima suap dari Abu Bakar yang ingin membangun resort dan kawasan wisata seluas 10.2 hektare di kawasan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Padahal kawasan tersebut sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.

Atas bantuan Nurdin Basirun itu, Abu Bakar pun memberikan suap kepada Nurdin, baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan atau Budi Hartono. Tercatat Nurdin beberapa kali menerima suap dari Abu Bakar.

Pada 30 Mei 2019 Nurdin menerima sebesar SGD 5000, dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10.2 hektare. Lalu pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar SGD 6 ribu kepada Nurdin melalui Budi.

Saat penerimaan SGD 6 ribu itu KPK melakukan operasi tangkap tangan. Selain SGD 6 ribu, KPK mengamankan SGD 43.942, USD 5.303, EURO 5, RM 407, Riyal 500, dan uang rupiah Rp 132.610.000 dari kediaman Nurdin.

Selain itu, tim penyidik juga menyita 13 tas, kardus, dan plastik di Kamar Gubernur Nurdin. Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp 3.5 miliar, USD 33.200 dan SGD 134.711.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya