Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menilai penambahan masa jabatan presiden berbahaya. Menurutnya, akan berpotensi kembali seperti zaman Soeharto.
"Kalau menurut saya sih membahayakan ya. Jadi tidak produktif. Ya boleh-boleh saja. Tapi produktif tidak? Tetap ya kalau kita tetap sepeti sekarang. Dua periode. Tidak tiga periode. Kembai lagi nanti kayak pak Harto. Pak Harto berapa kali tuh," ujar Djarot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Djarot mengatakan, penambahan masa jabatan presiden hanya sebatas wacana. Menurutnya, di MPR belum pernah dibahas sama sekali. Djarot mengaku itu hanya menjadi pembicaraan individu saja, tidak pada pembahasan secara formal.
Advertisement
"Jadi belum pernah dibahas terkait penambahan masa jabatan presiden," kata dia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, secara formal MPR merekomendasikan untuk menghidupkan pokok haluan negara. Tidak ada rekomendasi penambahan masa jabatan presiden.
"Kalau amendemen terbatas itu betul-betul terbatas, hanya ingin menghadirkan pokok-pokok haluan negara. Itu yang direkomendasikan oleh MPR periode lalu. Itu saja. Yang lain-lain itu enggak ada," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cukup 2 Periode
Hal yang sama juga disampaikan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Dia menegaskan, partainya hanya menginginkan amandemen UUD 1945 terbatas dan tidak sampai membahas soal perubahan masa jabatan presiden. Hasto menilai, masa jabatan presiden dua periode atau sepuluh tahun masih ideal.
"Sikap PDIP soal amandemen terbatas hanya terkait haluan negara mengingat bangsa ini memerlukan direction untuk menuju kepada apa yang kita mimpikan sebagai masyarakat adil dan makmur," kata Hasto di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (23/11/2019).
"Kami tidak sependapat karena semangat reformasi telah membatasi jabatan presiden sebanyak 2 periode paling lama," sambung politikus asal Yogyakarta itu.
Hasto menyebut, partai banteng memiliki tugas untuk memperjuangkan amandemen UUD 1945 secara terbatas. Salah satu poin yang diinginkan untuk diamendemen adalah menghadirkan kembali GBHN dalam UUD 1945 tersebut.
"Sebagai pedoman bagi seluruh arah perjalanan bangsa 25 tahun 50 tahun dan 100 tahun kedepan," ucap Hasto.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mengakui bahwa pimpinan MPR saat ini menampung semua wacana dan pemikiran dari elemen masyarakat, salah satu masukan terkait dengan perubahan masa jabatan presiden/wakil presiden.
Masukan masyarakat itu, menurut dia, seperti ada yang mengusulkan lama masa jabatan presiden selama 5 tahun namun dapat dipilih tiga kali. Selain itu, ada usulan presiden cukup satu kali masa jabatan saja namun tidak 5 tahun, tetapi 8 tahun.
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement