Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III Benny K Harman mencecar KPK terkait kasus mantan dirut PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino). Ia mempertanyakan kasus itu mandek dan mengingatkan KPK tidak boleh menetapkan tersangka tanpa alat bukti.
"Kita paham juga maksudnya tidak boleh asal SP3. Supaya KPK tidak main-main kalau buktinya tidak lengkap, tidak boleh menetapkan seseorang menjadi TSK. Tapi begitu dia ditetapkan TSK, tidak boleh lama, lebih dari setahun kasusnya sudah dibawa ke pengadilan," kata Benny dalam RDP Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (27/11/2019).
Wakil Ketua KPK Lode M. Syarif menjawab bahwa penetapan RJ Lino sebagai tersangka sudah memenuhi dua alat bukti.
Advertisement
"Jadi jangan sampai di tulis oleh media bahwa RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka belum ada dua alat bukti. Bukan saya yang menetapkan tersangka ya. Tapi ini ada direktur penyelidikan. Tapi setelah kita lihat ada dua alat buktinya," kata Laode.
Laode menjelaskan RJ Lino menjadi tersangka pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM dari China sebagai penyedia barang. Namun, untuk menghitung kerugian negara atas kasus itu, BPKP dan BPK yang ditunjuk KPK terhambat lantaran pihak dari China tidak koorperatif.
"Apakah pimpinan sebelumnya sudah menetapkan Pak RJ Lino itu belum ada dua alat bukti? Saya katakan sudah ada. Tetapi ketika Jaksa mau masuk ke pengadilan dia harus menghitung secara pasti berapa yang paling eksak kerugian negaranya, disitulah kita minta BPKP. Tapi BPKP lama-lama hampir satu tahun lebih, dua tahun, nggak mau hitung. Saya kurang tahu apa yang terjadi. Setelah kita masuk, kita putuskan, kita pindahkan ke BPK," jelas Laode.
Laode lantas menjabarkan alasan mandeknya kasus RJ Lino. Pertama, kata dia, karena harga pembandingnya tidak ada, karena dokumen dari China tidak ada.
"Waktu itu saya dengan Pak Agus sudah di Beijing mau minta itu di cancel pertemuannya. Harusnya kan ada harga karena kan barangnya barang China. Harga dari sana berapa? Tidak ada. Setelah itu apa yang kami lakukan sekarang? Karena pihak otoritas China ini memang tidak kooperatif," jelasnya.
Akhirnya, kata dia, KPK minta ahli menghitung komponen per komponen. Setelah itu, KPK bandingkan dengan harga di pasar dunia.
"Itu pun setelah kita guide pak, kita guide. Jadi jangan anggap KPK itu tidak melakukan upaya maksimum. Bahkan ada satu tim forensik kami pergi, pretelin itu semuanya ke tempat lain," tambahnya.
Ia meminta agar Komisi III tidak berasumsi KPK sengaja berlama-lama menangani kasus tersebut. Ia mengakui hingga kini kasus RJ Lino bagai kerikil dan pekerjaan rumah pimpinan KPK.
"Itu penjelasan jujur dari KPK, enggak ada yang kami tutupi dan ini terus terang, ketika rapat terakhir, ini seperti ada kerikil di dalam kaus kaki kita ini, RJ Lino. Kan semuanya jalan. Tapi jangan sampai ditulis bahwa tidak ada dua alat bukti ketika menetapkan tersangka. Kasian juga pimpinan (KPK)," ia menandaskan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jadi Tersangka
Diketahui, RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
Advertisement