KPK Sita Dokumen dan Bukti Elektronik Saat Geledah Kantor di Lampung Tengah

KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan.

oleh Tim News Diperbarui 23 Apr 2025, 11:57 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2025, 11:54 WIB
Jubir Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto.
Jubir Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto. (Merdeka.com/Rahmat Baihaqi)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti dokumen serta dokumen elektronik setelah menggeledeh kantor dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lampung Tengah, pada Selasa 22 April 2025.

"Untuk hasil geledah disita dokumen dan BBE," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Rabu (23/4/2025).

Bukti tersebut berkaitan erat dengan kasus korupsi dugaan suap proyek PUPR di lingkungan Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan yang saat ini sedang diselidiki oleh penyidik. Dokumen tersebut nantinya akan dianalisis lebih lanjut.

"Terkait perkara dugaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan, tahun anggaran (TA) 2024 sampai dengan 2025," pungkas dia.

KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan. Mereka ditetapkan sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu, 15 Maret 2025.

"Berdasarkan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2024-2025, semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka," jelas Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Minggu (16/3/2025).

Adapun enam tersangka tersebut yakni, Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOP), Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH). Mereka diduga sebagai penerima suap.

Kemudian dua tersangka yakni dari pihak swasta yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Awal Mula Kasus

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)... Selengkapnya

Setyo menjelaskan kasus ini bermula dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU pada Januari 2025. Beberapa perwakilan DPRD menemui pihak pemerintah daerah dan meminta uang 'pokir'.

"Disepakati bahwa jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR Kabupaten OKU sebesar Rp40 miliar," ujar Setyo.

Dia menyampaikan pembagian nilai proyek yakni, ketua dan wakil ketua disepakati sebesar Rp5 miliar. Sedangkan, untuk anggota Rp 1 miliar.

Setyo mengungkapkan nilai proyek tersebut turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran. Namun, fee proyek disepakati sebesar 20 persen sehingga totalnya Rp7 miliar.

"Saat APBD 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar, jadi signifikan," jelas Setyo.

 

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

Infografis Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Infografis Journal Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia.(Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya