Jerat Hukum untuk Eks Sekretaris MA Nurhadi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) terkait dugaan suap dan gratifikasi.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Des 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 17 Des 2019, 08:30 WIB
Mantan Sekretaris MA Nurhadi Jadi Saksi Eddy Sindoro
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman usai menjadi saksi pada sidang lanjutan dugaan suap terkait pengurusan sejumlah perkara dengan terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) terkait dugaan suap dan gratifikasi. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan NHD diduga menerima 9 lembar cek dan uang Rp 46 miliar dari perannya membantu jalannya lima kali kasus, termasuk kasus perdata yang ditangani menantunya yang berprofesi sebagai Advokat, Rezky Herbiyanto (RHE).

"KPK sangat pihatin ketika menangani korupsi melibatkan pejabat dari penegak hukum, lebih khusus lagi dari MA. Kami berharap penegak hukum di jajaran pengadilan dapat menjalankan tugas secara bersih tanpa korup," kata Saut dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin 16 Desember 2019, malam.

Saut menjabarkan, kasus pertama dibantu Nurhadi adalah ketika RHE yang tengah menangani klien perdata yakni Direktur PT MIT yaitu Hiendra Soenjoto (HS). NHD diduga dijanjikan sejumlah cek oleh RHE yang jika PT MIT pada 2010 bisa menang melawan PT KBN Persero.

"Awal 2015, RHE menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari HS. Cek itu diberikan guna mengurus kasus perdata perusahaan HS. Pertama, Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi dan kedua, adalah permintaan penangguhan proses hukum eksekusi lahan PT. MIT di lokasi PT. KBN oleh PN Jakarta Pusat," tutur Saut.

Namun harapan menang pupus. Pengadilan memutuskan PT MIT kalah. Karenanya, HS meminta kembali 9 lembar cek yang sebelumya diberikan kepada RHE.

Kasus kedua diduga dibantu adalah ketika Nurhadi kembali diminta tolong RHE dalam perkara gugatan kepemilikan saham HS oleh perusahaannya sendiri, PT MIT. KPK menduga ada dana gratifikasi diduga diterima NHD dalam pengurusan perkara yang berjalan di tahun 2015 tersebut.

Kali ini, HS yang dikawal oleh RHE selaku pengacara berhasil menang dari pengadilan tingkat pertama hingga banding di Pengadilan Tinggi DKI di 2016.

"Saat perkara ini sedang disidangkan (2015-2016) diduga ada pemberian uang dari HS kepada NHD melalui RHE, sejumlah Rp 33,1 miliar. Pemberian uang tersebut diduga untuk memenangkan HS dalam perkara kepemilikan sahamnya di PT MIT," jelas Saut.

KPK mengendus, transaksi uang tersebut dilakukan sebanyak 45 kali karena jumlahnya yang besar. Hal ini sengaja dilakukan agar tak menimbulkan kecurigaan.

Tiga Kasus Lainnya

Mantan Sekretaris MA Nurhadi Jadi Saksi Eddy Sindoro
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman (tengah) saat menjadi saksi pada sidang dugaan suap terkait pengurusan sejumlah perkara dengan terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tiga kasus sisanya, KPK juga menduga turut dilakukan Nurhadi sepanjang periode 2014 hingga 2016. KPK menaksir, nilainya mencapai Rp 12,9 miliar. Kasus ditanganinya bermacam, mulai dari sengketa kasasi dan PK di MA hingga permohonan perwalian.

"Atas dasar dugaan gratifikasi yang dirinci Saut tersebut, KPK menduga Nurhadi mendapatkan total Rp 46 miliar beserta janji berupa cek sebanyak 9 lembar, dan gratifikasi itu tak pernah dilaporkan NHD ke KPK dalam waktu 30 hari kerja ke KPK," beber Saut menandasi.

KPK pun menjerat NHD dan RHE dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan HS, KPK menjeratnya denganP asal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b subsider Pasal 13 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya