Begini Perawat RSPI Sulianti Saroso Tangani Pasien Corona Covid-19

Sebelum virus corona Covid-19 masuk ke Indonesia, para perawat di RSPI Sulianti Saroso telah mengikuti pelatihan menangani MERS CoV.

oleh Yopi Makdori diperbarui 19 Apr 2020, 13:09 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2020, 13:07 WIB
Kerabat Pasien Corona Depok Dibawa ke RSPI Sulianti Saroso
Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengenakan pakaian pelindung khusus saat menangani pasien yang diduga terinfeksi Corona di Gedung Mawar RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Nurdiansyah, perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso tak mengira akan terjadi pademi virus corona Covid-19 di Indonesia. Ia baru satu tahun setengah bekerja di rumah sakit rujukan nasional pasien Covid-19 itu.

Semula ia bekerja di ruangan khusus bagi pasien HIV/Aids. Namun saat virus corona menjadi pandemi global dan masuk Indonesia, seluruh ruangan di RSPI Sulianti Saroso dipergunakan untuk merawat pasien Covid-19.

Pada Desember 2019, Nurdiansyah mengaku dirinya dan beberapa perawat lainnya telah mengikuti pelatihan untuk menghadapi MERS CoV.

"Atau recharge lagi terikat dengan pengendalian dan pencegahan infeksi. Nah ini kita pelatihan dan tiba-tiba di bulan Maret di Indonesia ada kasus Covid-19. Akhirnya semua ruangan kita jadikan ruangan Covid-19," jelasnya melalui konferensi pers daring, Minggu (19/4/2020).

Sejak saat itu, Nurdiansyah untuk kali pertama merawat pasien Covid-19. Setiap perawat harus mengenakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap seluruh badan.

"Jadi betul-betul harus tertutup, kita memakai sepatu boot, kita memakai baju cover all. Kemudian kita memakai google, kemudian masker N-95," ungkapnya.

Pasien-pasien di RSPI Sulianti Saroso dipantau melalui kamera CCTV yang terpasang di tiap-tiap ruangan. Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi kontak dengan pasien dan mencegah penularan virus. 

"Kita bicara ke pasien lewat monitor, ketika pasien ada butuh apa nanti ketika kita masuk baru dilakukan perawatan," ungkapnya.

Setelah itu, kata dia, baru dilakukan perawatan kebutuhan pasien. Apakah pasien butuh ganti baju, atau akan ganti infus, maupun jadwal minum obat.

"Itu kita siapkan semuanya, terus makannya. Kebetulan saya di ruangan rawat inap, jadi memang sudah terjadwal, jadwal dinasnya itu pagi, kemudian siang, malam. Jadi ada tiga shift," katanya.

Nurdiansyah menuturkan, setiap perawat mendapat tanggung jawab menangani dua pasien corona Covid-19. Hal itu menyusul terus meningkatnya jumlah kasus corona Covid-19 dan terbatasnya tenaga medis.

Saat melakukan perawatan terhadap pasien, dia menambahkan, satu perawat bisa menghabiskan waktu lebih dari satu jam. Hal itu bergantung pada tidakan apa yang disebutkan oleh pasien.

Tidakan tersebut termasuk pemasangan infus, pemeriksaan jantung, dan lainnya. "Nah ini yang kita lakukan ke pasien paling cepat 30 menit. Tapi ketika kita pegang pasien, bisa jadi di sana tiga jam lebih," ucapnya.

Ia bahkan mengaku pernah menangani pasien lebih dari empat jam. Hal ini disebabkan karena pasien merasa ketakutan sendirian. Dan tak berani jika perawat keluar ruangan.

"Jadi betul-betul kita motivasi pasien, mentalitas pasien kita kuatkan agar imunitasnya kuat. Sampai pasien itu pegang tangan kita," paparnya.

Nurdiansyah juga mengisahkan bahwa dirinya kerap menemukan pasien corona yang mengalami sesak napas. Saat seperti itu, hal yang paling utama adalah membuat pasien tetap rileks selain juga mengajarkan teknik pernapasan.

"Dan kemudian kita arahkan untuk menonton hal-hal yang positif di TV," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Stigma di Masyarakat

Pulih, Pasien Virus Corona Sumbangkan Plasma Darah
Pasien yang pulih dari coronavirus menyumbangkan plasma di Pusat Darah Wuhan di Wuhan, Hubei, China (17/2/2020). Beberapa pasien yang telah sembuh menganggap menjadi donor sebagai cara berterima kasih kepada masyarakat karena telah menerima perawatan yang efektif dan tepat waktu. (Xinhua/Cai Yang)

Stigma sosial terhadap tenaga medis yang menanganai pasien virus Corona atau Covid-19 masih saja terjadi.

Hal itu diungkapkan Nurdiansyah, salah satu perawat Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso saat berbagi pengalaman di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (19/4/2020).

Nurdiansyah mengaku mendengar banyak cerita mengenai perawat yang diusir dari kontrakannya di tengah pandemi virus corona. Selain itu, tak sedikit pula perawat yang diasingkan oleh tetangganya sendiri.

"Kalau anaknya (anak perawat) main ke anak tetangga, diambil anak tetangga itu oleh orangtuanya untuk tidak dekat," kata Nurdiansyah.

Nurdiansyah juga menyatakan keprihatinannya terhadap tingginya angka perawat yang positif terinfeksi virus corona Covid-19. Baik itu yang masih dalam perawatan di Rumah Sakit maupun yang telah meninggal dunia.

Menurut dia, sebagian besar perawat itu tertular saat menjalani tugas. "Mungkin karena ketidakjujuran pasien, dan mungkin tertular di luar," ucap dia.

Sebagai bentuk solidaritas tenaga medis di tengah pandemi corona ini, Nurdiansyah mengatakan, seluruh perawat memasang pita hitam di lengan .

"Ini bentuk duka kita kepada teman-teman sejawat," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya