Deretan Fakta di Balik Polemik Diskusi dan Teror Terhadap Mahasiswa UGM

Orang-orang yang terlibat dalam diskusi di UGM yang dijadwalkan pada Jumat, 29 Mei 2020 itu panen teror dan ancaman dari orang tak dikenal.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 30 Mei 2020, 19:07 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2020, 19:07 WIB
UGM dan ITS Prediksi Akhir Corona Covid-19 di Indonesia, Ini Penjelasannya
Penjelasan UGM dan ITS soal prediksi akhir Corona Coivid-19 di Indonesia. (Sumber: Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta - Universitas Gadjah Mada atau UGM mendadak menjadi sorotan masyarakat. Hal itu lantaran komunitas mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM menggelar sebuah diskusi.

Diskusi yang digelar itu bertajuk 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.

Orang-orang yang terlibat dalam diskusi yang dijadwalkan pada Jumat, 29 Mei 2020 itu panen teror dan ancaman dari orang tak dikenal.

Informasi tersebut didapat dari mahasiswa pelaksana kegiatan yang tergabung dalam CLS FH UGM.

Teror yang diterima pun beragam, mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman korban, ancaman pembunuhan dalam bentuk pesan tertulis, hingga telepon.

"Hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," ujar Dekan FH UGM Prof Sigit Riyanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Berikut fakta-fakta teror terkait diskusi yang digelar mahasiswa UGM dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Teror Beragam

Ilustrasi ancaman teror
Ilustrasi ancaman teror (Liputan6.com)

Orang-orang yang terlibat dalam diskusi bertajuk 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang dijadwalkan pada Jumat 29 Mei 2020 itu panen teror dan ancaman dari orang tak dikenal.

Keterangan tersebut didapat dari mahasiswa pelaksana kegiatan yang tergabung dalam CLS FH UGM.

Dekan FH UGM Prof Sigit Riyanto menerangkan, berbagai bentuk teror dan ancaman mulai diterima nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, mulai pembicara, moderator, narahubung, hingga ketua CLS sejak Kamis 28 Mei 2020.

Sigit menyebut, teror yang diterima mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman korban, ancaman pembunuhan dalam bentuk pesan tertulis, hingga telepon.

"Hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," kata Sigit dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

 

Menyasar hingga ke Keluarga

Universitas Gadjah Mada Masuk Daftar Perguruan Tinggi Paling Eksotik di Dunia
UGM menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang masuk daftar kampus paling eksotis di Dunia (Sumber foto: www.ugm.ac.id

Sigit menuturkan, teror dan ancaman yang didapat para mahasiswa itu berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020.

Bahkan, kata dia, teror bukan hanya menyasar nama-nama yang terlibat dalam diskusi.

"Tetapi juga anggota keluarga yang bersangkutan, termasuk kiriman teks berikut kepada orangtua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan," ucap Sigit.

 

Akun Sosmed Diretas

Ilustrasi viral di media sosial.
Ilustrasi viral di media sosial. (iStockphoto)

Selain mendapat teror, Sigit menyebut, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS FH UGM diretas pada tanggal 29 Mei 2020.

"Peretas juga menyalahgunakan akun media sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi. Selain itu, akun instagram Constitutional Law Society (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi," terang dia.

 

Ganti Judul Diskusi

RS Akademi UGM
RS Akademi UGM. (Dok. Kementerian PUPR)

 

Sigit menyatakan, acara itu murni kegiatan dan inisiatif mahasiswa untuk melakukan diskusi ilmiah sesuai dengan minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang Hukum Tata Negara.

Para mahasiswa kemudian membuat poster kegiatan diskusi dengan judul 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.

Poster tersebut viral dan menjadi polemik setelah diunggah ulang oleh salah seorang akademisi di sebuah kolom opini dengan judul 'Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid-19' pada Kamis, 28 Mei 2020.

Mahasiswa yang tergabung dalam CLS FH UGM lantas memberikan klarifikasi terkait polemik itu. Panitia pelaksana mengubah judul diskusi menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.

Poster diskusi dengan judul yang telah diubah itu diunggah pada hari yang sama, Kamis 28 Mei 2020 disertai permohonan maaf dan klarifikasi maksud dan tujuan kegiatan di dalam akun Instagram Constitutional Law Society (CLS).

"Pada saat itu, pendaftar acara diskusi ini telah mencapai lebih dari 250 orang," ucap Sigit.

Namun pada Kamis malam, berbagai bentuk teror dan ancaman mulai berdatangan. Teror tersebut menyasar nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, mulai pembicara, moderator, narahubung, hingga ketua CLS.

Acara Diskusi Batal

Guru Besar UGM
Guru Besar UGM menggagas seminar tentang keamanan wilayah DIY dengan menggandeng sejumlah pemangku kepentingan. (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

 

Kini, acara itu batal diselenggarakan. Padahal, kata Sigit, kegiatan tersebut murni inisiatif mahasiswa untuk melakukan diskusi ilmiah sesuai dengan minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang Hukum Tata Negara.

"Demi alasan keamanan, pada siang hari tanggal 29 Mei 2020, mahasiswa penyelenggara kegiatan memutuskan untuk membatalkan kegiatan diskusi tersebut," jelas Sigit.

UGM Mengecam

RS Akademi UGM.
RS Akademi UGM. (Dok. Kementerian PUPR)

Sigit pun mengecam aksi teror yang menyasar para panitia dan narasumber diskusi mahasiswa berjudul 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' pada 29 Mei 2020.

Diskusi tersebut digagas oleh komunitas mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang tergabung dalam Constitutional Law Society (CLS). Diskusi akademik itu akhirnya gagal diseleggarakan dengan alasan keamanan.

"Mengecam sikap dan tindakan intimidatif terhadap rencana kegiatan diskusi yang berujung pada pembatalan kegiatan diskusi ilmiah tersebut," kata Sigit.

Sigit menerangkan, diskusi mahasiswa merupakan salah satu wujud kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat.

Menurut Sigit, aksi teror merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal.

"Bahkan sebelum diskusi tersebut dilaksanakan," ujar dia.

 

Langkah Fakultas Hukum UGM

[Bintang] Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukuman (Sumber Foto: Pexels)

Sigit menyampaikan empatinya kepada keluarga mahasiswa yang mendapatkan tekanan psikologis akibat ancaman dan teror yang tidak seharusnya terjadi.

Terlebih, kata dia, teror terjadi dalam situasi pandemik yang sudah cukup memberikan tekanan fisik dan mental kepada semua masyarakat.

Sigit menilai, Fakultas Hukum UGM perlu melindungi segenap civitas akademika, termasuk semua yang terlibat di dalam kegiatan tersebut, terlebih dengan terjadinya intimidasi, teror, dan ancaman yang ditujukan kepada pihak-pihak di dalam kegiatan tersebut, termasuk keluarga mereka.

"Dalam hal ini, Fakultas Hukum UGM telah mendokumentasikan segala bukti ancaman yang diterima oleh para pihak terkait, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melindungi segenap civitas akademika Fakultas Hukum UGM serta pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa ini," pungkas Sigit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya