Cara Memasak Porsi Besar agar Tidak Keracunan Massal Seperti di Klaten

Sebanyak 127 warga Desa Karangturi, Klaten, Jawa tengah menjadi korban keracunan makanan usai menyantap nasi kotak dalam hajatan wayangan pada hari Sabtu (12/4). Dari jumlah tersebut tercatat 47 di rawat di rumah sakit, 80 orang rawat jalan, dan seorang meninggal dunia

oleh Yanuar H Diperbarui 23 Apr 2025, 01:00 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2025, 01:00 WIB
Keracunan Massal
Ratusan orang di Desa Krecek, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jatim, diduga mengalami keracunan massal usai menyantap jajanan yang dibagikan panitia kegiatan pengajian. (Liputan6.com/ Dok Ist Warga)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Seorang meninggal dunia usai menyantap nasi kota dalam hajatan wayang di Karangturi, Klaten dan ratusan warga lainnya mengalami keracunan massal dan dirawat di rumah sakit. Menurut Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM Sri Raharjo, jumlah kasus keracunan makanan seperti ini setiap tahun banyak terjadi, hanya saja ada pihak yang melaporkan dan tidak dilaporkan.

“Sebagian ada yang dipublikasikan oleh media dan ada yang tidak. Sayangnya kasus keracunan semacam ini jarang sekali yang dilanjutkan pemberitaannya hingga hasil uji laboratorium terkait jenis bakteri atau toksinnya yang mungkin menjadi penyebab. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu kendala mengapa upaya untuk meminimalkan terulangnya kasus keracunan makanan tidak efektif”, ujar Dosen Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini di Kampus UGM, Kamis 17 April 2025.

Kasus keracunan massal di Klaten, menurut Sri Raharjo terjadi karena beberapa faktor secara bersamaan, Pertama terkait dengan kondisi mutu dan keamanan bahan pangan segar yang diolah. Kedua terkait dengan cara mengolah diantaranya kondisi para masak, peralatan dan cara pemakaiannya, kondisi lingkungan, serta waktu pengolahan dan konsumsinya.

Berdasarkan pemberitaan sajian makanan yang menyebabkan keracunan massal berupa nasi, rendang daging sapi, krecek, acar, kerupuk dan snack. Menurutnya melihat potensi bahaya makanan, rendang daging sapi dan krecek berisiko lebih tinggi dibanding sajian acar, kerupuk dan snack.

" Dipertanyakan, apakah kondisi daging sapi segar yang diolah terjaga kebersihannya, dingin atau beku. Jika tidak, disebutnya dimungkinkan berpotensi memiliki tingkat cemaran bakteri atau toksin cukup tinggi di atas batas normalnya yang dianggap aman."

Sri Raharjo menggambarkan jika untuk hajatan tersebut dibuat 200-300 boks, dan tiap kotak berisi sekitar 50 gram daging maka membutuhkan 10-15 kg daging segar. Daging sebanyak itu dimasak beserta bumbunya mungkin menggunakan peralatan masak ukuran rumah tangga, dan biasanya tidak rampung dalam sekali masak.

Menurutnya kemungkinannya, dimasak 3-5 kali, yang berarti masakan yang pertama dilakukan awal pagi (misal jam 07.00) di hari yang sama atau mungkin dimasak sehari sebelumnya. Kondisi ini tentu berisiko karena ada jeda waktu lebih dari 10 jam hingga dikonsumsi.

“Kalaupun tersedia alat masak yang besar dan dapat dipergunakan untuk memasak 10-15 kg daging sekali masak maka inipun berisiko panas tidak merata untuk mematangkan beberapa potong daging sehingga tidak cukup untuk mematikan bakteri atau melemahkan toksin yang mungkin sudah mencemari daging dengan level yang cukup tinggi akibat kondisi daging segar yang kurang terjaga”, terangnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Dugaan Penyebab Keracunan

Sri Raharjo pun membayangkan usai selesai masak daging dan krecek yang kemudian dimasukkan ke dalam nasi kotak maka sajian tentunya baru dikonsumsi oleh warga pada malam hari sekitar jam 19.00-20.00. Jika memang begitu, ada interval waktu 12 jam hingga makanan dikonsumsi warga.

“Tentu dimakan di malam hari karena hajatan wayangan. Jika proses memasak dalam jumlah besar, dimungkinkan panasnya tidak tuntas mematangkan masakan, dan berisiko masih menyisakan sedikit bakteri atau toksin penyebab sakit”, paparnya.

Sri Raharjo mengatakan dengan jeda waktu 12 jam itu cukup waktu bagi bakteri dapat berkembang biak lagi hingga mencapai jumlah yang membahayakan konsumen. Warga yang mengonsumsi rendang daging atau krecek bisa jadi tidak mengalami sakit perut, muntah, ataupun diare karena dalam kondisi kesehatan yang baik, sementara warga yang menjadi korban keracunan massal bisa jadi dalam kondisi kesehatan yang tidak baik saat konsumsi.

Sri raharjo menjelaskan kondisi serupa bisa saja terjadi di lain hari dan lain tempat. Namun, supaya aman mengonsumsi makanan di acara hajatan yang disiapkan secara gotong royong oleh warga, ia menyarankan diperlukan pemahaman yang benar terkait cara mengolah makanan dalam jumlah besar.

Perlu kiranya memperhatikan peralatan pengolahan dan cara pemakaiannya secara tepat, serta kewaspadaan jika masakan yang sudah siap saji baru dikonsumsi lebih dari 10 jam.

“Hal-hal semacam ini penting untuk diperhatikan, dan dilakukan. Para warga pun diharapkan untuk selalu menjaga kondisi kesehatannya. Secara bersama kita terus upayakan meminimalkan risiko kemungkinan terjadinya keracunan makanan”, ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya