UGM Kecam Teror Terhadap Panitia dan Narsum Diskusi soal Pemberhentian Presiden

Sebelum diskusi digelar, panitia penyelenggara hingga narsum mendapatkan teror hingga ancaman pembunuhan.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 30 Mei 2020, 15:16 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2020, 15:16 WIB
Kampus Universitas Gadjah Mada
Kampus Universitas Gadjah Mada. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Jakarta Dekan Fakultas Hukum Univesitas Gadjah Mada (FH UGM), Prof Sigit Riyanto mengecam aksi teror yang menyasar para panitia dan narasumber diskusi mahasiswa berjudul 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' pada 29 Mei 2020.

Diskusi tersebut digagas oleh komunitas mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang tergabung dalam Constitutional Law Society (CLS). Diskusi akademik itu akhirnya gagal diseleggarakan dengan alasan keamanan.

“Mengecam sikap dan tindakan intimidatif terhadap rencana kegiatan diskusi yang berujung pada pembatalan kegiatan diskusi ilmiah tersebut,” kata Sigit dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Sigit menerangkan, diskusi mahasiswa merupakan salah satu wujud kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat.

Menurut Sigit, aksi teror merupakan ancaman nyata bagi mimbar kebebasan akademik. Apalagi dengan menjustifikasi sepihak secara brutal.

“Bahkan sebelum diskusi tersebut dilaksanakan,” ujar dia.

Sigit menyampaikan empatinya kepada keluarga mahasiswa yang mendapatkan tekanan psikologis akibat ancaman dan teror yang tidak seharusnya terjadi. Terlebih terjadi dalam situasi pandemik yang sudah cukup memberikan tekanan fisik dan mental kepada semua masyarakat.

Sigit menilai, Fakultas Hukum UGM perlu melindungi segenap civitas akademika, termasuk semua yang terlibat di dalam kegiatan tersebut, terlebih dengan terjadinya intimidasi, teror, dan ancaman yang ditujukan kepada pihak-pihak di dalam kegiatan tersebut, termasuk keluarga mereka.

“Dalam hal ini, Fakultas Hukum UGM telah mendokumentasikan segala bukti ancaman yang diterima oleh para pihak terkait, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melindungi segenap civitas akademika Fakultas Hukum UGM serta pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa ini,” ujar dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kronologi Kasus

Universitas Gadjah Mada Masuk Daftar Perguruan Tinggi Paling Eksotik di Dunia
UGM menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang masuk daftar kampus paling eksotis di Dunia (Sumber foto: www.ugm.ac.id

Diskusi bertajuk 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang digelar komunitas mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menjadi polemik.

Orang-orang yang terlibat dalam diskusi tersebut panen teror dan ancaman dari orang tak dikenal. Rencananya, diskusi itu akan digelar pada Jumat 29 Mei 2020, namun terpaksa dibatalkan lantaran masifnya teror dan ancaman.

Dekan FH UGM, Prof Sigit Riyanto menyatakan, acara itu murni kegiatan dan inisiatif mahasiswa untuk melakukan diskusi ilmiah sesuai dengan minat dan konsentrasi keilmuan mahasiswa di bidang Hukum Tata Negara.

Para mahasiswa kemudian membuat poster kegiatan diskusi dengan judul 'Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. 

Poster tersebut viral dan menjadi polemik setelah diunggah ulang oleh salah seorang akademisi di sebuah kolom opini dengan judul 'Gerakan Makar di UGM Saat Jokowi Sibuk Atasi Covid-19' pada Kamis 28 Mei 2020.

Mahasiswa yang tergabung dalam CLS FH UGM lantas memberikan klarifikasi terkait polemik itu. Panitia pelaksana mengubah judul diskusi menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.

Poster diskusi dengan judul yang telah diubah itu diunggah pada hari yang sama, Kamis 28 Mei 2020 disertai permohonan maaf dan klarifikasi maksud dan tujuan kegiatan lewat akun Instagram Constitutional Law Society (CLS).

"Pada saat itu, pendaftar acara diskusi ini telah mencapai lebih dari 250 orang," ucap Sigit dalam keteranga tertulisnya, Sabtu (30/5/2020).

Namun pada Kamis malam, berbagai bentuk teror dan ancaman mulai berdatangan. Teror tersebut menyasar nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, mulai pembicara, moderator, narahubung, hingga ketua CLS.

Sigit menyebut, bentuk teror yang diterima mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman korban, ancaman pembunuhan dalam bentuk pesan teks, hingga telepon. Peneror mengatasnamakan diri dari organisasi kemasyarakatan (ormas) di Jawa Tengah.

“Hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka,” kata Sigit dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Sigit meneruskan, teror dan ancaman ini berlanjut hingga tanggal 29 Mei 2020. Bahkan teror bukan hanya menyasar nama-nama yang terlibat dalam diskusi.

“Tetapi juga anggota keluarga yang bersangkutan, termasuk kiriman teks berikut kepada orangtua dua orang mahasiswa pelaksana kegiatan,” ujar Dekan FH UGM.

Selain mendapat teror, Sigit menyebut, nomor telepon serta akun media-sosial perorangan dan kelompok CLS FH UGM diretas pada tanggal 29 Mei 2020.

“Peretas juga menyalahgunakan akun media sosial yang diretas untuk menyatakan pembatalan kegiatan diskusi, sekaligus mengeluarkan (kick out) semua peserta diskusi yang telah masuk ke dalam grup diskusi. Selain itu, akun instagram Constitutional Law Society (CLS) sudah tidak dapat diakses lagi,” ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya