Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan tak menutup kemungkinan pihaknya akan mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017 ke Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam kasus ini, KPK menjerat mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka.
"Sebagaimana UU KPK dan UU tindak pidana korupsi bahwa KPK dapat melakukan penyidikan TPPU sehingga dalam rangka pengembalian kerugian negara tentu kita akan kembangkan ke sana," ungkap Firli, Jumat (12/6/2020).
Advertisement
Firli menyatakan pihaknya telah menyita aset properti dan rekening milik para tersangka yang diduga didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi tersebut. Sejauh ini lembaga antikorupsi sudah menyita Rp 18,6 miliar.
"Jumlah yang sudah disita Rp 18,6 miliar, itu berupa harta milik para tersangka dan juga harta dalam rekening tersangka dan apa yang kita sita itu pasti benda hasil kejahatan, benda yang digunakan untuk melakukan kejahatan atau benda lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi, itu poin penting," kata Firli.
Dalam kasus ini, KPK menjerat mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Awal Mula Kasus Korupsi
Kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerjasama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP).
PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.
PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta.
Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.
Advertisement